Bagi kebanyakan orang termasuk saya, pulau buton sering diasosiasikan dengan aspal dan bagi mereka yang belum pernah mengunjungi buton mengira bahwa pulau ini penuh dengan areal pertambangan. Gambaran tersebut pudar setelah saya berkunjung ke sana. Wilayah penambangan aspal hanya terletak di beberapa titik, yaitu Desa Wining, Kabangka dan desa Lawele, sedangkan sisanya masih berselimut alam yang masih asli dan penuh kehijauan.
Pulau buton terletak di ujung selatan dari provinsi sulawesi tenggara, berdekatan dengan pulau muna, kabaena dan wakatobi. Wilayah ini dapat dicapai dengan mudah dari Jakarta, Makassar, kendari dan wakatobi.
Dalam satu minggu ada tiga kali penerbangan komersil dari makassar menuju bau bau tempat dimana bandara betoambari berada. Kota baubau sebelumnya adalah ibu kota buton, setelah tahun 2003 menjadi kota yang terpisah dari kabupaten buton, namun posisinya strategis baubau tetap menjadi pintu gerbang penting bagi kabupaten buton. Kota Bau Bau juga dapat dicapai dengan menggunakan kapal pelni dari makassar selama 12 jam dan kapal cepat dengan rute kendari – baubau selama 4 jam setiap harinya.
Nah, bicara tentang Aspal buton, tentu memiliki sejarah yang panjang dan berliku dari era perjuangan hingga era millenial saat ini.
Sejarah aspal Buton di mulai sejak era Belanda menjajah nusantara, bersamaan saat ditemukannya deposit aspal alam di kawasan hutan Pulau Buton tahun 1924. Aspal Buton pertama kali ditemukan seorang Geolog Belanda yang bernama W.H. Hetzel, yang oleh Hetzel berhasil memetakan potensi tambang aspal buton ini sebanyak 20 titik lokasi singkapan. Penemuan ini praktis menjadikan lahan konsesi tambang aspal dikuasi Belanda. Dalam perjalanan waktu, penguasaan konsesi kawasan penambangan aspal Buton selama 30 tahun diberikan kepada seorang pengusaha Belanda bernama A. Volkerdi bawah bendera perusahaan N.V. Mijnbouw en Cultuur Maschappij Buton.
Sejak tahun 1926, perusahaan Belaanda ini sudah melakukan penambangan aspal Buton secara terbuka pada daerah Lawele dan Kabungka. Batuan aspal Buton dikirim ke Pelabuhan Banabungi dan Lawele untuk dijual ke dalam dan luar negeri. Tak jelas berapa besar jumlah aspal buton yang diekspor, sebab tak ada jejak dokumen pencacatan lengkap mengenai hal ini.
Kala berakhirnya perang pacific, Belanda meninggalkan Indonesia, praktis penguasaan konsesi pertambangan aspal buton ikut ditinggalkan. Saat peralihan ke pendudukan Jepang sama tidak tercatat adanya kegiatan penambangan batuan aspal Buton. Barulah setelah Indonesia merdeka pada tahun 1954 pengelolaan aspal Buton mulai di kelola negara setelah perusahaan belanda di nasionalisasi menjadi Jawatan Jalan-jalan dan Jembatan Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga, dan aspal buton kala itu lebih dikenal dengan sebutan Butas.
Selanjutnya, pada tahun 1961 dibentuk Perusahaan Aspal Negara untuk pengelolaan aspal Buton. Pada tanggal 30 Januari 1984, Perusahaan Aspal Negara berubah menjadi PT Sarana Karya (Persero). Perubahan ini diduga dilatar belakangi oleh kabar menipisnya jumlah deposit dengan kandungan bitumen tinggi, sehingga diperlukan cara-cara baru untuk memproduksinya. Kadar aspal yang rendah menjadikan upaya pemanfaatan deposit aspal Buton tidak dapat dilakukan dengan cara-cara yang standar. Berbagai metode pemanfaatan aspal Buton seperti Latasir, Latasbum, asbuton curah, asbunton micro, Buton Mastic Aspal mulai ditinggalkan.
La Ode Mustari, mantan Sekretaris Daerah Baubau mengungkap, Kebijakan pemerintah orde baru benar-benar tidak menguntungkan negara, dan membuat aspal buton semakin ditinggalkan orang,”katanya. Dampak kebijakan ini pula membuat banyak kontraktor jalan kala itu beralih pilihan dan cenderung lebih menyukai menggunakan aspal minyak, karena metode produksi hotmixnya lebih efisien dan praktis.
Pada tahun 2004, seiring dengan kenaikan harga minyak bumi yang harganya mencapai kisaran US$ 100 per barel, menjadikan harga aspal minyak juga ikut naik dengan sangat tajam. Hal ini memicu upaya-upaya untuk memanfaatkan kembali aspal alam dari Pulau Buton. Namun karena belum tersedianya teknologi pengolahan dan pemanfaatan yang handal dan ekonomis, akibatnya aspal Buton masih belum mampu bersaing dengan aspal minyak impor.
Pada tanggal 24 Desember 2013 PT Wijaya Karya (Persero) mengakusisi 100% saham PT Sarana Karya dengan senilai Rp. 50 Milyar. Nama PT Sarana Karya berubah menjadi PT Wijaya Karya Bitumen. Langkah pengambil alihan ini dilakukan untuk menunjang pertumbuhan bisnis PT Wijaya Karya Tbk di bidang pembangunan infrastruktur yang meliputi pembangunan jalan-jalan tol, peningkatan jalan, dan pemeliharaan jalan di dalam negeri. PT Wijaya Karya Bitumen sekarang sedang mengembangkan teknologi ekstraksi aspal Buton, yang diharapkan akan dapat memproduksi aspal Buton “full” ekstraksi untuk menggantikan aspal minyak impor.
Sebagian besar minyak mentah Indonesia merupakan jenis “light crude” yang memiliki kandungan fraksi bahan bakar tinggi, sehingga berharga sangat mahal. Minyak mentah ini oleh Pemerintah diekspor ke luar negeri. Untuk mencukupi kebutuhan bahan bakar di dalam negeri, Pemerintah Indonesia melalui Pertamina mengimpor minyak mentah dari kawasan Timur Tengah yang harganya lebih murah. Minyak mentah dari Timur Tengah ini mengandung kadar aspal yang tinggi. Seluruh kilang yang berada di Indonesia dioperasikan oleh Pertamina. Oleh karena itu Pertamina merupakan satu-satunya produsen aspal minyak di dalam negeri. Kapasitas kilangnya di Cilacap sebesar 600.000 MT/Tahun. Tetapi dengan adanya kemajuan teknologi pengilangan, maka sebagian besar minyak bumi dapat diolah menjadi bahan bakar. Dan sisanya yang tinggal sedikit diolah menjadi aspal minyak. Dengan demikian produksi aspal minyak Pertamina sekarang diperkirakan hanya sekitar 300.000 – 400.000 MT/Tahun saja.
Pada saat ini Pemerintah fokus kepada pembangunan infrastruktur. Dengan berkembangnya pembangunan wilayah maupun sentra-sentra ekonomi mendorong konsumsi aspal untuk pembangunan jalan-jalan terus meningkat, sehingga supplai dari aspal minyak Pertamina tidak lagi mencukupi. Kebutuhan aspal di dalam negeri sekarang diperkirakan sebesar 1,5 – 2 juta ton per tahun. Untuk memenuhi kebutuhan aspal nasional yang besar ini, pemerintah masih harus terpaksa mengimpor lebih dari 1 juta ton per tahun aspal minyak dari berbagai kilang di luar negeri; seperti dari Singapura, China, Korea, Kuwait, Iran, dan Malaysia, baik dalam bentuk curah maupun drum.
Indonesia merupakan Importir aspal minyak terbesar ke 10 di dunia. Berdasarkan data perdagangan luar negeri pada tahun 2017, Indonesia mengimpor senilai US$ 371 juta. Bahkan nilai impor aspal minyak akan cenderung meningkat terus tiap tahunnya. Setidaknya sejak tahun 1989 Indonesia tidak pernah lepas dari impor aspal minyak. Impor aspal minyak tertinggi terjadi pada tahun 2013 dimana kala itu Indonesia membeli aspal minyak senilai US$ 664 juta. Sedangkan pada tahun 2018, impor aspal minyak Indonesia mencapai US$ 460,1 juta.
Terobosan Besar Pemerintah Jokowi
Popularitas aspal buton diakui beberapa decade memudar, namun upaya pemerintah daerah untuk mendongkrak citra aspal buton terus dilakukan. Di masa pemerintahan Bupati Buton Samsu Umar Samiun, cukup gencar melakukan promosi aspal buton ke level nasional serta mengundang investor tambang untuk berinvestasi di sana. Promosi ini rupanya mampu menarik perhatian pemerintah pusat. Bahkan pada Tahun 2015 Presiden Joko Widodo menginstruksikan kepada seluruh Kementerian terkait untuk menghentikan impor aspal minyak yang selama ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan aspal di dalam negeri. Selanjutnya mulai tahun 2016, pasokan aspal dalam negeri akan digantikan dengan aspal Buton.
Instruksi Presiden secara langsung merupakan sejarah baru bagi aspal buton, diamana kepala Negara memberi dukungan terhadap pemakaian aspal Buton untuk menggantikan aspal minyak impor secara terbuka. Meskipun kenyataannya harapan ini masih belum dapat terlaksana sampai saat ini, tetapi setidak-tidaknya peristiwa ini sudah merupakan suatu cikal bakal dari kebangkitan aspal Buton di era milenial ini yang perlu dicatat dalam sejarah aspal Buton.
Tindak lanjut dari instruksi presiden jokowi , membuat Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Bapak Luhut Binsar Panjaitan menggelar rapat koordinasi “Percepatan Pengembangan dan Penggunaan Aspal Buton”. Ini menunjukkan komitmen serius dari pemerintah untuk mendukung aspal Buton dan menggantikan aspal minyak impor. Dan pada awal Februari 2021, pemerintah pusat dan daerah Sulawesi Tenggara dan pemerintah kabupaten bersama sama memulai langkah baru dengan meninjau pabrik aspal buton. Sungguh sebuah terobosan besar mengembalikan kejayaan aspal buton.