Mineral adalah sebuah hal esensial bagi manusia. Kita butuh supply batubara untuk menghasilkan energi listrik.
Butuh pula olahan tembaga, nikel, dan aluminium untuk produksi kebutuhan alat-alat elektronik dan rumah tangga.
Oleh karena itu, selama kita hidup di dunia, kebutuhan akan mineral ini akan terus berlanjut melalui proses penambangan dari dalam bumi.
Proses inilah yang kerap menimbulkan dinamika persepsi dan respon sosial berkelanjutan di hampir seluruh lapisan masyarakat.
Yang perlu disadari manusia, operasi pertambangan pastilah mengubah bentang alam karena apa yang diambil berada di bawah permukaan bumi.
Namun demikian, perubahan bentang alam bukanlah sesuatu yang tidak bisa dikendalikan. Mengikuti berbagai aturan dan regulasi pemerintah, serta kebijakan tambang “Good Mining Practice”, proses pertambangan sangat mampu diatur hingga tidak merusak dan mampu dikembalikan ke kondisi bentang alam sebelum dilakukan penambangan.
Akan tetapi, bagi sebagian besar orang, istilah “tambang merusak” masih menjadi konsepsi pemahaman yang mengakar.
Salah satu penyebabnya adalah kekurangtahuan. Kurangnya pengetahuan tentang apa itu tambang, seperti apa teknik pertambangan dan metalurgi, apa itu reklamasi, serta masih banyak lagi ketidaktahuan yang berkaitan dengan dunia tambang.
Masalah ini adalah PR besar bagi para praktisi, akademisi, dan pemerhati dunia pertambangan dan metalurgi, khususnya di Indonesia. Mereka seharusnya menjadi garda terdepan dan pertama yang harus berperan sebagai Ambassador atau Duta dalam menjelaskan dan mengedukasi masyarakat awam.
Fakta bahwa Indonesia termasyhur dengan julukan “Zamrud Khatulistiwa” harus menjadi pedoman. Secara keseluruhan, Indonesia saat ini menempati peringkat ke-6 dunia untuk sumber kekayaan alam. Salah satunya adalah nikel, yang menempati urutan pertama dunia.
Sumber daya inilah yang perlu dimanfaatkan melalui hilirisasi untuk dapat tetap maju secara ekonomi, meningkatkan daya tarik investasi, hingga mendorong daya saing negara secara global.
Keawaman masyarakat akibat kurangnya edukasi dapat menimbulkan keraguan dan ancaman pada investor, khususnya para investor yang berpotensi mendorong hilirisasi tambang.
Tentu hal ini juga turut mempengaruhi kecilnya peluang adanya lapangan kerja tambahan, khususnya di daerah-daerah tambang yang seringnya berada di remote area.
Pemahaman dan edukasi soal hilirisasi perlu menjadi prioritas saat ini. Hilirisasi, baik yang dilakukan satu tahap maupun berberapa tahap, bertujuan untuk menghasilkan suatu produk atau komoditi, sehingga nilai ekonomi dan daya gunanya meningkat lebih tinggi dari sebelumnya.
Aktivitas ini dapat dipastikan memberikan dampak positif terhadap kondisi perekonomian dan sosial, baik bagi daerah operasional, pusat, maupun daerah non-operasional.
Jika Indonesia bisa semakin mendekati proses hilir, maka akan ada akselerasi yang terjadi dari sisi industri pertambangan.
Pertama, Indonesia tidak akan membatasi impor, karena sudah bisa diproduksi di dalam negeri, sehingga distribusi uang hanya akan ada di Indonesia.
Kedua, penelitian dan pengembangan terkait pengolahan mineral semakin baik dan banyak dilakukan.
Ketiga, industri ini mendorong percepatan pemerataan pembangunan ekonomi daerah-daerah terpencil di Indonesia. Dan keempat sekaligus yang terakhir, yakni perluasan lapangan kerja masyarakat.
Salah satu proyek hilirisasi tambang di Indonesia telah dilakukan dan berdampak positif besar tercermin oleh Grup Harita Nickel.
Proses hilirisasi tambang, khususnya bijih nikel, saat ini tengah beroperasi di Pulau Obi yang menghasilkan feronikel dan nikel sulfat. Bijih nikel tersebut dipasok dari proses penambangan di Pulau Obi, Maluku Utara dan Pulau Wawonii, Sulawesi Tenggara.
PT Gema Kreasi Perdana (GKP), salah satu perusahaan dari Grup Harita Nickel di Pulau Wawonii sebagai salah satu pemasok utama bijih nikel untuk proses hilirisasi, telah menanamkan prinsip Good Mining Practice selama penambangan berlangsung.
Pertambangan di Pulau Wawonii ini menjadi salah satu kontribusi peningkatan ekonomi yang sangat signifikan saat ini, baik untuk masyarakat sekitar, pemerintah daerah, maupun negara.
Penulis : Rofingatun – BKT Metalurgi PII