Keprihatinan banyak pihak akan hilangnya bahasa daerah dalam kehidupan masyarakat perkotaan mengemuka dalam diskusi terbatas komunitas peduli bahasa daerah di Kota Kendari berapa waktu lalu. Bahasa sebagai khazanah kekayaan budaya bangsa pelan tapi pasti mengalami fase degradasi, seiring makin dominannya alat komunikasi antar suku bangsa. Salah satu bahasa daerah yang kini dalam fase “lampu merah” adalah bahasa Tolaki, bahasa daerah etnis terbesar didaratan Sulawesi Tenggara.
Dalam kehidupan sehari-hari, banyak yang menyayangkan masih banyak orang Tolaki sendiri yang terkesan takut menggunakan bahasanya sendiri. Ketakutan menggunakan bahasa kemungkinan dilandasi oleh beberapa faktor, yakni, rasa takut karena kemungkinan takut salah berkomunikasi atau takut me-nyinggung perasaan orang yang diajak bicara. “Kemungkinan lainnya, karena perasaan gengsi mengunakan bahasa Tolaki sebagai bahasa pergaulan. Ketakutan itu sebenarnya jangan jadi masalah sebab, bagaimana akan mampu berbicara bahasanya sendiri, jika tidak digunakan dalam kehidupan dan pergaulan sehari-hari,”ujar Arli, pemerhati budaya Tolaki dalam diskusi.
Ada tiga elemen yakni birokrat, masyarakat dan pendidik yang mestinya lebih banyak memberikan perhatian khusus untuk tetap membiasakan bicara bahasa Tolaki dalam kehidupan dan pergaulansehari-hari “Jangan hanya menggunakan bahasa Tolaki sebagai seremonial semata, yakni pada peringatan tertentu saja, penyambutan tamu, demi-kian pula para birokrat, hendaknya memegang aturan yang telah di instruksikan kepada stafnya yang sifatnya hanya waktu itu saja dan kemudian terhenti, jadi jangan seremonial saja.
Dirana pendidikan juga sekarang ini pelajaran bahasa Tolaki perlu dipertanyakan, sedangkan pengajarannya hanya hafalan saja. “Jika hafalan saja, bukan orang Tolaki juga banyak yang pandai dan nilainya juga diatas 8. Kami berharap pula agar dalam pendidikan, jangan hanya pandai hafalan saja, melainkan juga mem-pergunakan ilmu terapan, sehingga bukan saja hafalan bahasa Tolaki melainkan juga pandai dalam praktek sehari-hari,malah hendaknya dalam pendidikan dibangku sekolah juga para pendidik menggunakan bahasa pe-ngantar dengan bahasa Tolaki,”kata Arli. Tidak sedikit para siswa dalam berbagai bidang keilmuan pandai dalam bidangnya, sehingga menjadi juara olimpiade keilmuan, namun hendaknya juga dengan terapan, sehingga bukan saja pandai dalam hafalan melainkan juga pandai dalam praktek.
Keprihatinan yang sama juga disampaikan Wakil Bupati Konawe Selatan, Rasyid Sos, M.Si bahwa, perlahan penggunaan bahasa daerah di anak anak muda kian pudar. Ia mengutip pernyataan Alm. Prof. Rauf Tarimana (rektor senior universitas Haluole, bahwa,) salah satu suku yang akan punah di jazirah sulawesi tenggara adalah suku tolaki. Disebabkan karena anak-anak tolaki sudah pada enggan menggunakan bahasa daerahnya jika berjumpa sesama orang tolaki.
“Disisi lain saya melihat para pemangku adat sudah pada lanjut usia, dan jika tidak ada regenerasi pemangku adat yang akan meneruskan adat istiadat tolaki. Maka tidak menutup kemungkinan apa yang diungkapkan oleh Alm. Prof Rauf Tarimana akan benar-benar terjadi,”ungkap Rasyid.
Di nusantara ini ada 746 bahasa daerah di antaranya ada 65 bahasa daerah terancam punah dan bahkan ada yang sudah punah. Diantaranya bahasa Tolaki terancam punah. sekarang ini khususnya diperkotaan, bahasa Tolaki kurang digunakan dalam percakapan sehari-hari oleh kalangan remaja maupun orang tua, karena ada rasa kekhawatiran takut salah atau gengsi (kampungan), menyinggung orang lain, padahal mereka itu jangan merasa takut salah atau menyinggung orang lain, tetapi hendaknya gunakan saja bahasa Tolaki, walau salahpun, sebab akan ada yang membetulkannya “Jangan takut salah sebab, tidak akan ada kata benar, jika tidak melakukan sesuatu kesalahan. Khususnya di kalangan birokrasi atau pengambil keputusan sudah saatnya ada hari berbahasa Tolaki setiap tahun diperingati dan digunakan. SK