Pembangunan berkelanjutan, yang mengintegrasikan aspek ekologi, ekonomi, dan sosial, menuntut sinergi yang kuat di antara semua pemangku kepentingan. Dalam Seminar Nasional dengan tema “Perspektif Pelayanan Publik dan Pembangunan Berkelanjutan Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA),” yang diselenggarakan oleh Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Halu Oleo (FISIP UHO) bekerja sama dengan Ombudsman Republik Indonesia (RI), para ahli dan pemangku kebijakan berbicara tentang peran penting sinergi ini dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan.
Keynote Speaker acara ini, Anggota Ombudsman RI, Hery Susanto, menekankan peran utama pemerintah dalam mengakomodasi seluruh elemen stakeholders terkait dalam upaya mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Dalam konteks ini, Hery Susanto telah melakukan kunjungan ke kawasan pertambangan di Sulawesi Tenggara, yang mengungkapkan dampak serius dari aktivitas pertambangan terhadap lingkungan.
“Kami melihat kawasan pertambangan yang mengakibatkan lahan gundul. Ini membutuhkan perhatian serius terkait tata kelola pertambangan. Pengelolaan pertambangan harus mematuhi jaminan reklamasi dan pasca tambang,” ungkap Hery Susanto, sambil merujuk pada data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang menunjukkan tingkat kepatuhan terhadap jaminan tersebut di lapangan masih rendah, kurang dari 60% dari total pemilik Izin Usaha Pertambangan (IUP).
Dalam sambutannya, Dekan FISIP UHO, Prof Dr. H. Eka Suaib, menggarisbawahi pentingnya mengintegrasikan potensi sumber daya alam dengan peningkatan pelayanan publik. Sektor-sektor seperti pertambangan, kehutanan, dan kelistrikan menjadi fokus perhatian dalam upaya mencapai tujuan tersebut.
Prof Eka Suaib juga menilai kegiatan semacam ini sebagai langkah nyata dalam mewujudkan kolaborasi antara Ombudsman, perguruan tinggi, dan sektor swasta seperti PT Antam dalam mendukung pembangunan berkelanjutan.
Hery Susanto menjelaskan empat prinsip utama dalam pembangunan berkelanjutan:
Pemerataan dan Keadilan Sosial: Prinsip ini menekankan pentingnya menyebarkan manfaat pembangunan kepada semua lapisan masyarakat.
Menghargai Keanekaragaman: Keanekaragaman hayati dan budaya harus dilestarikan, karena ini adalah dasar bagi keseimbangan ekosistem dan keadilan sosial.
Pendekatan Integratif: Pembangunan berkelanjutan memerlukan pendekatan yang inklusif, mempertimbangkan aspek-aspek seperti ekologi, ekonomi, dan sosial budaya.
Perspektif Jangka Panjang: Fokus harus ditempatkan pada tujuan jangka panjang untuk menjaga keseimbangan antara kebutuhan manusia saat ini dan generasi mendatang.
Hery Susanto menekankan bahwa pembangunan berkelanjutan adalah upaya multiaspek yang mencakup politik, pertahanan keamanan, ekologi, ekonomi, ekonomi sektoral/daerah, dan aspek sosial budaya. Untuk mencapainya, sinergi yang kuat antara stakeholders dari tingkat pusat hingga daerah sangat penting.
Dalam konteks Sulawesi Tenggara, DR.Sarlan Adijaya, pakar antropolog yang juga dosen FIB UHO, mencatat bahwa manfaat dari kegiatan penambangan nikel belum merata, dengan sebagian besar manfaat diperoleh oleh perusahaan besar, sedikit oleh negara, dan bahkan lebih sedikit lagi oleh daerah penghasil. Hal ini tercermin dalam tingginya tingkat kemiskinan, infrastruktur yang rusak, dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang rendah di Sulawesi Tenggara.
Seminar nasional ini adalah hasil kerja sama antara Ombudsman Republik Indonesia dan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Halu Oleo (FISIP UHO) dan dihadiri oleh berbagai pemangku kebijakan, akademisi, profesional, perwakilan lembaga pemerintahan, anggota DPRD, pelaku usaha, LSM, serta masyarakat umum. Para peserta seminar mendengarkan presentasi inspiratif dari Hery Susanto tentang pentingnya menjaga keseimbangan antara lingkungan, ekonomi, dan sosial budaya serta kolaborasi antara masyarakat dan pemerintah dalam pengelolaan lingkungan untuk mendukung pembangunan berkelanjutan. ***