Baharuddin (70 tahun) mengisap dalam dalam sebatang rokok, lalu dihempaskan jauh ke udara. Matanya tak putus memandang setiap kendaraan yang lalulalang di kawasan baypass Kota Kendari. Ia seolah tak lagi peduli baju dan celananya yang masih basah oleh air laut. Begitu pun rambutnya yang sudah dipenuhi uban dibiarkan acak acakan.
Sepuluh menit sudah pria tua itu berdiri di sana menanti orang-orang yang sudi mampir membeli jualannya. Hari itu Ia menjajakan kepiting rajungan, kepiting bakau dan kepiting batu yang semuanya adalah hasil tangkapannya sendiri. Aneka jenis kepiting itu ditata seadanya, dibiarkan menumpuk di atas gabus tua.
Menjual hasil laut memang menggiurkan, dan pastinya banyak peminat. Benar saja, tak butuh waktu lama beberapa kendaraan yang lewat mulai berhenti menanyakan harga. Jualan Baharuddin pun laris manis. Pria parubaya itu memang tak mematok harga mahal, setumpuk kepiting dijual cukup murah seharga 65 ribu rupiah saja. “Alhamdulillah, biar murah asal jualan kepiting saya cepat laku,”kata Baharuddin.
Meski tergerus usia, namun warga Jalan Bunga Kana, Kelurahan watu watu, Kota Kendari itu terbilang cukup setia dengan pekerjaannya sebagai pencari kepiting bakau, rajungan dan kepiting batu. Berpuluh tahun sudah Ia menjadikan laut di teluk kendari sebagai tempat mengais rezeki demi menghidupi keluarga dan menyekolahkan anak anaknya.
Baharudin blak-blakan menyisihkan sebagain hasil penjualan kepiting untuk membeli rokok. “Saya ini memang perokok, jadi tidak salah salau sebagian uang saya pakai untuk membeli rokok,”katanya sembari tertawa lepas.
Kendati begitu, menyisihkan uang untuk biaya hidup keluarganya tetap menjadi nomor satu. “Pastinya uang untuk hidupi keluarga tetap yang utama, kalau tidak bisa-bisa kita tidak makanmi,”katanya.
Bagi Baharuddin, keberadaan teluk kendari sangat membantu kehidupan ekonomi keluarganya. Laut ibarat rumah kedua baginya. Dalam sehari Ia dua kali melaut, saat subuh dan menjelang malam. Ia berburu kepiting di sela-sela hutan bakau dan menjaring rajungan di sisi selatan laut teluk kendari. “Di sebelah itu (menunjuk sisi selatan teluk) lautnya masih bagus, jadi di sana biasa rajungan berkumpul,”kata Baharuddin.
Tetapi kondisi teluk kendari saat ini, tentu berbeda dengan keadaan teluk dua puluh tahun lalu, dimana pasokan kepiting kala itu masih melimpah disebabkan hutan mangrovenya masih banyak dan kondisi air lautnya masih sehat. “Dulu banyak kepiting, mau berapa banyak juga bisa kita dapat, sepanjang kita masih kuat mencari. Tidak seperti sekarang kepitingnya sudah jauh berkurang,”ungkap Baharuddin.
Keberadaan teluk yang kini dipenuhi sedimentasi lumpur dan timbunan sampah plastic telah ikut mempengaruhi keberadaan ekosistem laut di sana. “Tidak tau juga, tapi mungkin, karena terlalu banyak sampah plastic akhirnya kepitingnya banyak yang pergi,”kata Baharuddin menduga.
Baharuddin nampaknya tak mau memusingkan keadaan teluk, pria itu tetap saja menjalani kehidupan seperti biasa dan bergantung hidup dari kemurahan alam di teluk kendari. SK