Saya tak banyak berpikir tentang wawonii. Bagaimana akses dan fasilitas transportasi ke sana. Pulau eksotik dengan ragam kulinernya ini telah banyak berubah sejak 5 tahun belakangan. Tak seperti sepuluh tahun silam, dimana sebagian besar jalan raya masih rusak parah. Angkutan hanya bisa mengandalkan motor selebihnya harus pake transportasi laut berukuran sedang.
Harus diakui, otonomi adalah berkah bagi warga di sana. Membawa perubahan berarti hingga membuat semua berangsur membaik, jalan-jalan utama telah terhubung ke seluruh kawasan sepanjang 150 KM dari barat, timur, selatan dan utara pulau wawonii, walau belum seluruhnya tersentuh balutan aspal.
Saya merencanakan perjalanan di negeri kelapa sejak beberapa bulan sebelumnya. Tujuanku ke beberapa lokasi wisata di sana. Saya terpikat pada air terjun mini di desa tekonea yang letaknya di bagian timur pulau ini. Bentuknya unik. Air mengalir dari bawah rerimbunan pohon kelapa. Airnya jernih, memiliki cascade ramping dan tak berlumut. Ini adalah air terjun terkecil dari sekian waterfall besar di pulau ini.
Sebelumnya, saya pernah menjajal wisata air terjun terbesar pulau ini, air terjun tumburano. Bantal riamnya diperkirakan terbentuk dari ribuan tahun silam dan telah menjadi ikon wisata wawonii. Tapi menurutku lanskape desa Tekonea tetap lebih indah. Dari air terjun Saya bisa berjalan kaki ke pantainya yang hanya berjarak 400 meter dari air tenjun. Pantai berpasir putih sangat mudah diakses karena berada dipinggir jalan utama.
Seperti banyak pantai di wawonii, pantai tekonea juga belum sama sekali tersentuh pembangunan. Tak ada satu pun infrastruktur wisata di sini. Tapi saya justeru lebih menyukainya karena masih sangat alami.
Keramahan warga mengatarkan saya merasakan nuansa malam di desa ini. Saya menginap di rumah Miki, kawan yang merupakan warga Tekonea. Saya menikmati malam dengan menyantap ikan goreng segar dan oretan telur dadar. Beras pulut putih dan sambal terasi tanpa sayur terasa nikmat.
Setelahnya, Miki membawa Saya ke salah satu sudut desa untuk melihat orang-orang menyuluh kerang dan kepiting. Mereka membawa strongkeng dan tombak trisula. Menyuluh menjadi kegiatan warga di malam hari. Ada banyak kerang darah dan sedikit ikan yang Kami peroleh malam itu. (SK)