Semenjak orang tua wafat, rumah saya di kampung praktis tanpa penghuni. Sukar sekali buat saya bisa selalu berkunjung, untuk sekedar menengok, membersihkan debu yang menebal sekaligus melepaskan rindu. Waktu tempuhnya terlalu lama. Kapal kayu, satu-satunya moda transportasi massal ke Kabaena-jalur ke barat-hanya ada sekali dalam sehari. Itupun habis enam jam di jalan. Begitu tiba, disambut matahari tenggelam. Lelah.
Belum jika musim ombak, perjalanan harus diawali merapal segala doa dengan dibaluri rasa gentar. Serindu apapun dengan kampung, pasti keder juga melihat gelombang tinggi disertai hujan berbonus badai. Bila nekat ikut berlayar, sama seperti mengirim salam pada malaikat maut. Pun bila selamat tiba di dermaga, hampir pasti semua isi perut sudah dimintahkan. Mabuk.
Selain “tua di jalan”, perjalanan juga tak terlalu efektif. Kecuali mereka yang memang kembali dari bepergian, dari dermaga bisa langsung ke kampung masing-masing. Sementara mereka yang hanya punya urusan tiga empat jam di Kabaena, tentu tidak bisa langsung balik. Menunggu lagi perjalanan esok harinya. Padahal, alangkah nikmatnya jika paginya ngopi di Kasipute, lalu Isya sudah berjamaah di lagi masjid raya Rumbia. Rindu sudah tuntas, pekerjaan tak tertunda.
Agaknya, angan-angan saya itu bisa segera terwujud. Sebuah kapal fery berkapasits lumayan besar sedang disiapkan negara untuk dioperasikan melayari rute Kasipute-Kabaena, tepatnya di Dermaga Tanjung Pising. Hanya butuh tiga jam perjalanan, tanah Tokotu’a sudah bisa dijejak para perantaunya yang ingin pulang, sekadar menuntaskan dahaga rindu.
“Semoga izin berlayarnya segera keluar. Akhir Maret bisa operasi,” Deddy Fanalva, Kabid Prasarana Dishub Bombana mengabari saya lewat aplikasi pesan WA, kemarin. Secara khusus, saya memang menghubunginya hanya untuk menanyakan banyak hal soal kapal yang konon bisa memangkas jarak, waktu dan urusan itu.
Sebagai ilustrasi, pelabuhan fery Tanjung Pising itu ada di Kabaena Utara. Jaraknya ditaksir tak sampai 50 kilometer dari Kasipute. Kapal-kapal nelayan seringkali melintasi jalur ini, dengan waktu tempuh tak sampai 3 jam. Mendarat di pelabuhan ini, anda melanjutkan perjalanan darat ke kampung tujuan masing-masing. Kira-kira seperti ke Torobulu, di Muna.
Dari Sang Kabid saya tahu banyak hal. Nama kapal yang disiapkan melayari rute ini adalah Dharma Kencana I, armada milik PT. Dharma Lautan Utama. Konstruksi kapalnya adalah baja. Panjangnya 55,9 meter, dengan lebar 13,6 meter. Kapasitas kotornya 1.000 gross ton. Fery ini bisa menampung hingga 220 penumpang, 17 unit kendaraan roda empat. “Kecepatannya 10 knot. Berlayar tiap hari,” buka sang Kabid.
Deddy mengestimasi, waktu tempuhnya tak sampai 4 jam dari Kasipute. Artinya, bila berangkatnya jam 6 pagi, jam 10 saya sudah menyeruput kopi di beranda rumah saya di Rahampuu. Saya juga bisa sekalian membersihkan rumah, membabat rumput di pekarangan yang sudah meranggas sekalian bisa merajut silaturahmi. Sore, sudah bisa balik lagi ke Kasipute. Bila kapal ini benar-benar beroperasi, itu artinya sumber rindu su dekat.
Harga tiketnya? Soal ini, Deddy belum memastikan angka karena rujukannya mengikuti Perda yg berlaku. Tapi saya yakin pasti bisa terjangkau semua orang, apalagi dari sisi safety, dan kenyamanan pasti lebih baik dari kapal kayu konvensional. Belum waktu tempuh yang cepat. Amat efektif dan tentu saja sangat efisien.
Dermaga Pising ini sejatinya tak terlalu ideal bagi kapal-kapal berbobot besar. Jalur masuk ke tanjung ini relatif sempit dan menyulitkan gerak armada. Deddy mengakui itu. “Tapi hasil konsultasi kami di balai, Insya Allah tahun ini akan dilakukan pengerukan. Jadi, memang mesti lebih hati-hati masuk, tapi para kru kapal kan sudah paham hal beginian. Bisalah teratasi,” tukasnya.
Sejak Bombana mekar, jalur laut lintas Kabaena-Kasipute selama ini memang “dimonopoli” enam atau tujuh unit kapal rakyat. Waktu tempuh sekali berlayar paling cepat lima jam. Bosan sekali. Anda tidur, pas bangun masih Pulau Kabaena yang kelihatan. Daratan Kasipute masih jauh. Pernah ada kapal fiber dengan waktu tempuh tak sampai 3 jam, entah kenapa tidak bisa bertahan. Selentingan kabar menyebut, ada penolakan dari mereka yang tidak suka ada pesaing.
Saya bisa memastikan, bila kapal fery yang melayari Tj Pising-Kasipute ini istiqamah dan betah berusaha di jalur ini, semua penumpang bakal beralih moda transportasi. Kenyamanan apa lagi yang mau dicari jika harga tiket murah, cepat sampai, bisa bawa kendaraan, ombak jinak dan kalau urusan kelar, bisa langsung balik.
Saya tak sabar menanti Dharma Kencana beroperasi, biar sesering mungkin pulang menziahari kenangan. Oh ya..ada anekdot kami, orang Kabaena, jika menemukan kenikmatan luar biasa sebagai pengganti kesukaran yang menahun.
“Selamat tinggal sayur nangka…!”
—-
“Seduh Kopimu, Sudahi Sedihmu”
#AMR, Penyuka Kopi