Kebahagiaan terpancar diwajah sadam. Tinggal sepekan lagi pria asal konawe ini akan melangsungkan pernikahan bersama wanita pujaannya. Meski bahagia, namun gurat kecemasan masih menganggu pikirannya. Pasalnya Ia menikah di waktu yang kurang tepat, saat pandemi korona berlangsung.
Sadam tentu saja dilema, antara mau menunda pernikahan sampai korona hilang atau melanjutkan pernikahan, tapi dengan catayan sadam harus mengikuti semua aturan di era baru.
“Gara gara korona saya jadi bingung, mau menunda atau melanjutkan hajatan ini. Tapi dari pada tidak nikah lebih baik lanjut saja,”kata sadam sambil tertawa lepas.
Pemerintah telah melakukan pembatasan berskala besar dengan menetapkan protokol kesehatan secara ketat, artinya pemerintah resmimelarang semua aktifitas yang melibatkan pengerahan massa secara besar termasuk kegiatan pernikahan dan hiburan lainnya.
Pilihan melanjutkan pernikahan juga membuat konsekwensi dibatasinya jumlah undangan yang hadir.
“Pastinya sedih juga,karena banyak keluarga yang terpaksa tidak hadir karena undangan yang terbatas,”kata sadam.
Ya, demi cegah penyebaran covid19, para pemilik hajatan pesta seperti Sadam memang harus patuh, tidak ada cara lain selain membuat pesta seadanya. Tak ada acara joget dangdutan apalagi lulo massal. ‘Inimi yang paling mencemaskan, acara lulo terancam tidak ada,”ungkap sadam.
Padahal dalam tradisi masyarakat tolaki, tari lulo menjadi acara wajib disetiap acara pernikahan masyarakat lokal.
Molulo merupakan sebuah tarian dimana antara laki dan perempuan satu, sama lain saling bergandeng tangan yang diiringi musik atau alat bunyi bunyian lainnya.
Dalam filosofi masyarakat tolaki , tali lulo menggambarkan kuatnya persatuan dalam bergotong royong, mempererat tali silaturahmi sekaligus ajang bagi muda mudi mencari jodoh.
“Bagi masyarakat tolaki, saat menggelar pesta maka tari lulo adalah wajib diadakan, mau itu pesta kawin, pesta kitanan maupun hajatan biasa sebagai tanda merekatkan ikatan talisilaturahim antar masyarakat di kampung halaman sekaligus menjadi ajang pertemuan muda mudi di antarkampung. Ini sudah jadi budaya kami,”jelas Sadam.
Tapi semenjak korona merebak, tari lulo nyaris tak lagi terlihat. Masyarakat tak mau mengambil resiko penularan . Apalagi aparat keamanan tidak.memberi ijin warga menggelar pertemuan berskala besar.
Terhitung setahun sudah pembatasan berskala besar dilakukan pemerintah, pembatasan acara hajatan ikut mengimbas jasa usaha penyedia pesta seperti hotel dan ivent organizer pernikahan yang kerap penyelenggara acara atau hajatan besar. Sebagian mereka terpaksa harus gigit jari karena banyak sekali job yang terpaksa tertunda bahkan dibatalkan.
“Semenjak korona, banyak job yang terpaksa yang dibatalkan oleh pemilik pesta, karena pemerintah dan polisi tidak mengijinkan adanya kumpul kumpul selama korona,”kata Nova salah satu pemilik usaha jasa rias pelaminan pengantin di kendari.
Nova terpaksa banting stir mengganti sementara usaha miliknya dengan berjualan makanan jadi. “Mau bagaimana lagi, terpaksa sementara ini jualan makanan dulu,”katanya. SK