Dalam beberapa periode perjalanan, saya selalu terkesan dengan alam Soropia, terutama deretan hutan dan pengununganya. Melewatinya saat cahaya matahari masih hangat dan berakhir jelang air surut. Ini wilayah trip yg layak dengan latar suasana pedesaanya yang tenang, jauh dari bising mesin kendaraan.
Dan untuk traveling pendek, Saya lebih memilih Waworaha, salah satu desa pesisir di sana. Pastinya ini bukan kali pertama. Desanya bersih dan pemukiman penduduk tertata rapi. Setiap rumah punya halaman yang besar dan ada banyak pepohonan membuat lingkungannya jadi lebih rindang. Jalan desa semua telah dirabat dan terhubung antar satu dusun ke dusun lainnya.
Pemandangan alamnya cantik membuat saya betah berlama-lama dan tentunya bisa menikmati makan siang dengan menu kesukaanku, siput laut dan kerang darah lada hitam.
Saya merasa terhormat dapat jamuan menu spesial siput laut yang susah payah mereka kumpulkan dan olah sejak semalam.
Setiap jenis kerang dan siput laut punya nama lokal. Orang di pesisir Konawe menyebut singkali, karamea, taekoeko untuk kerang pasir. Sedang orang bajo di pesisir Wakatobi menyebutnya raci. Hewan-hewan laut ini tergolong dalam spesies Molusca dan punya nama populer Gastropoda (keong-keong) dan Pelecypoda (kerang-kerangan).
Spesies yang tumbuh beradaptasi menyesuaikan substrat atau tempat hidupnya. Di pantai yang berpasir putih, tekstur dan warna cangkang gastropoda cenderung mengikuti warna pasir yang ada. Ini cara siput berkamuflase dari predator laut.
Mengambilnya tak mudah. Tapi warga punya cara memancing hewan kecil bercangkang keras ini keluar dari lobang persembunyiannya di dasar pasir. Mereka mengumpannya dengan usus ikan yang ditaruh di pasir dan membiarkannya beberapa saat.
“Aroma anyir usus ikan membuat siput birahi dan berebut keluar sarang menyerbu usus ikan,”kata Kurnia, warga Waworaha.
Dan waktunya warga berpesta. Cara unik dan praktis mengumpulkan kerang dan siput laut ini telah turun temurun dilakoni warga waworaha.
Tak seperti ikan, kerang tidak mengenal periode musim. Selalu ada sebagai cadangan makanan penduduk setempat. Setiap hari warga mengambilnya untuk dikonsumsi.
Dan libur kali ini menjadi waktu yang pas mencoba kelezatan tumis karamea, singkali dan taekoeko yang konon diolah dengan penuh cinta. Dagingnya lembut. Kuah kentalnya yang kaya rempah sempurna menyiram gulungan sinonggi panas. Mereka akan mulai bergerak dari piring ke dalam mulutku. Sungguh makan siang menyenangkan. Ini menu pas untuk kudapan. Murah, berbumbu, pedas dan sangat orisinil. Sampai sampai saya lupa dengan aneka ikan bakar di piring depan. Ini spesial momen untuk Saya, menikmati kuliner ala pesisir dan bonus liburan keluarga di sana. SK