Pulau kecil merupakan kawasan yang berukuran kurang atau sama dengan 10.000 kilometer persegi dengan jumlah penduduk kurang atau sama dengan 200.000 jiwa. Karakteristik pulau-pulau kecil adalah secara ekologis terpisah dari pulau induknya (mainland island), memiliki batas fisik yang jelas dan terpencil dari habitat pulau induk, sehingga bersifat insular; mempunyai sejumlah besar jenis endemik dan keanekaragaman yang tipikal dan bernilai tinggi; tidak mampu mempengaruhi hidroklimat; memiliki daerah tangkapan air (catchment area) relatif kecil sehingga sebagian besar aliran air permukaan dan sedimen masuk ke laut serta dari segi sosial, ekonomi dan budaya masyarakatnya bersifat khas dibandingkan dengan pulau induknya.
Kawasan pulau-pulau kecil Kabupaten Muna, khususnya 7 (tujuh) pulau berpenghuni yakni Pulau Bakealu, Kogholifano, Bontu-Bontu Barat, Bontu-Bontu Timur, Tobea, Renda, Pasikuta dan termasuk Desa Terapung Tapi-Tapi, memiliki potensi ekonomi yang cukup strategis.
Hal ini didukung oleh keberadaan ekosistem khas tropis dengan produktivitas hayati tinggi berupa terumbu karang (coral reef), padang lamun (seagrass), dan hutan bakau (mangrove). Ketiga ekosistem tersebut saling berinteraksi baik secara fisik, maupun dalam bentuk bahan organik terlarut, bahan organik partikel, migrasi fauna, dan aktivitas manusia.
(1) Potensi Sumber Daya Hayati
Potensi sumberdaya hayati yang terdapat di pulau-pulau kecil Kabupaten Muna meliputi terumbu karang, mangrove, dan lamun. Ketiga potensi tersebut tersebar secara merata di seluruh pulau-pulau kecil yang ada diwilayah hukum Kabupaten Muna.
(a) Terumbu karang
Di kawasan pulau-pulau kecil Kabupaten Muna, banyak dijumpai karang dari jenis acropora, montipora, penctina, galatea, dan lobopilya. Jenis-jenis karang ini tersebar di hampir seluruh perairan pulau-pulau kecil Kabupaten Muna. Namun demikian, ada beberapa titik yang terumbu karangnya ditemukan telah mengalami kerusakan akibat aktivitas penangkapan ikan tidak ramah lingkungan seperti penggunaan bom dan racun sianida.
Manfaat yang terkandung dalam terumbu karang sangat besar dan beragam. Secara langsung, terumbu karang merupakan habitat bagi sumberdaya ikan (tempat mencari makan, memijah dan asuhan), lokasi pariwisata bahari (penyelaman), wahana penelitian dan pemanfaatan biota perairan lainnya. Sementara manfaat tidak langsung dari terumbu karang adalah sebagai penahan abrasi pantai dan penyusun komponen keanekaragaman hayati perairan.
Terumbu karang dapat menjadi sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) jika dikelola dengan baik. Salah satu item yang dapat mendatangkan PAD adalah retribusi atau biaya dari para turis penyelam yang melakukan kegiatan wisata bahari di dasar laut.
Bahkan dewasa ini ditemukan kandungan senyawa bioaktif (bahan obat-obatan, makanan dan kosmetika) terdapat dalam ekosistem terumbu karang. Selain itu, terumbu karang juga menjadi daya tarik tersendiri dan menjadi perhatian bagi para ahli, mahasiswa, perusahaan farmasi sebagai obyek penelitian.
(b) Padang Lamun (Seagrass)
Lamun merupakan satu-satunya tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang memiliki rhizoma, daun dan akar sejati yang hidup terendam di dalam laut.
Di kawasan pulau-pulau kecil Kabupaten Muna banyak dijumpai lamun dari jenis Cymodocea, Enhalus, Thalasia, holodule, holophila, dan Thalassodendron.
Lokasi-lokasi yang teridentifikasi terdapat padang lamun adalah pesisir Pulau Bakealu, Pesisir Desa Oenggumora (Pulau Kogholifano), pesisir Desa Bahari (Pulau Bontu-Bontu), Pulau Renda, Pulau Tobea, dan Pulau Pasikuta.
Secara ekologis, padang lamun mempunyai beberapa fungsi penting bagi wilayah pulau-pulau kecil yaitu sebagai produsen detritus dan zat hara; mengikat sedimen dan menstabilkan substrat yang lunak dengan sistem perakaran yang padat dan saling menyilang; sebagai tempat berlindung, mencari makan, tumbuh besar, dan memijah bagi beberapa jenis biota laut, terutama yang melewati masa dewasanya di lingkungan ini; serta sebagai tudung pelindung yang melindungi penghuni padang lamun dari sengatan matahari.
Di samping itu, padang lamun juga dapat dimanfaatkan sebagai tempat kegiatan budidaya berbagai jenis ikan, kerang-kerangan dan tiram, tempat rekreasi dan sumber pupuk hijau.
(c) Mangrove
Mangrove mempunyai fungsi ekologis sebagai penyedia nutrien bagi biota perairan, tempat pemijahan dan asuhan bagi berbagai macam biota, penahan abrasi, amukan angin, taufan dan tsunami, penyerap limbah, pencegah intrusi air laut, dan lain sebagainya.
Sedangkan secara ekonomis, mangrove berfungsi sebagai penyedia kayu, bahan baku obat-obatan dan lain-lain. Disamping itu, ekosistem hutan mangrove juga memberikan manfaat tidak langsung, terutama sebagai habitat bagi bermacam-macam binatang seperti binatang laut (udang, kepiting, dan beberapa jenis ikan), dan binatang melata lainnya.
Di kawasan pulau-pulau kecil Kabupaten Muna ditemukan empat jenis mangrove yang dominan yakni Rhizophora, Soneratia, bruguiera, dan Avicennia. Jenis mangrove tersebut hapir terdapat diseluruh kawasan pesisir pulau-pulau kecil yang ada di Kabuaten Muna
(2) Potensi Sumberdaya Perikanan
Secara ekologis, pulau-pulau kecil di Kabupaten Muna berasosiasi dengan mangrove, lamun dan terumbu karang. Dengan demikian di kawasan pulau-pulau kecil Kabupaten Muna memiliki spesies-spesies yang menggunakan mangrove, lamun, dan terumbu karang sebagai habitatnya. Spesies-spesies tersebut antara lain berbagai jenis ikan ekonomis penting seperti ikan kerapu, ikan napoleon, teripang, kepiting bakau, kepiting rajungan dan lain-lain. Selain itu, di pulau-pulau kecil Kabupaten Muna juga terdapat ikan belanak, krustasea, moluska, ikan baronang, dan rumput laut. Komoditas ini merupakan komoditas spesifik pulau-pulau kecil Kabupaten Muna, dimana ciri utama komoditas tersebut memiliki sifat penyebaran yang bergantung pada mangrove, lamun, dan terumbu karang sehingga keberlanjutan stoknya sangat dipengaruhi oleh kelestarian mangrove, lamun, dan terumbu karang.
(3) Energi Kelautan
Dengan luas wilayah laut Kabupaten Muna yang mencapai 2.559,4 kilometer persegi, prospek dan potensi energi kelautan cukup strategis sebagai energi alternatif untuk mengantisipasi berkurangnya minyak bumi dan sumber energi migas lainnya. Sumberdaya kelautan yang dapat digunakan untuk pengelolaan pulau-pulau kecil di Kabuaten Muna adalah Konversi Energi Panas Samudera/Ocean Thermal Energy Conversion (OTEC), Ombak dan Pasang Surut.
(4) Jasa-Jasa Lingkungan
Pulau-pulau kecil di Kabupaten Muna juga memiliki potensi di sektor jasa-jasa lingkungan yang memiliki nilai ekonomis tinggi bagi kehidupan masyarakat. Potensi di sektor jasa tersebut terkait dengan kegiatan kepariwisataan yang didalamnya mencakup aspek kawasan rekreasi, konservasi dan jenis pemanfaatan lainnya.
Di Pulau-pulau kecil Kabupaten Muna, aspek yang dapat dikembangkan dari segi kepariwisataan adalah wisata bahari dan wisata terestrial. Selain itu, terkait adanya kultur/budaya yang khas bagi masyarakat di pulau-pulau kecil Kabupaten Muna, maka wilayah pulau-pulau kecil Kabupaten Muna juga potensial untuk dijadikan sebagai objek wisata kultural.
(5) Wisata Bahari
Kawasan pulau-pulau kecil Kabupaten Muna merupakan aset wisata bahari yang sangat besar yang didukung oleh potensi geologis dan karaktersistik yang mempunyai hubungan sangat dekat dengan terumbu karang (Coral Reef), lamun dan mangrove. Disamping itu, banyaknya pulau-pulau kecil tidak berpenghuni yang ada di wilayah Kabupaten Muna yang jumlahnya mencapai 192 pulau, secara logika akan memberikan kualitas keindahan dan keaslian dari bio-diversity yang dimilikinya.
Jika merujuk beberapa kawasan wisata bahari yang sukses di dunia antara lain di kawasan negara-negara Karibia (seperti Bahama), kawasan Pasifik (seperti Hawai), serta Kawasan Meditterranean, kawasan-kawasan tersebut merupakan negara pulau-pulau kecil (small islands state). Selain itu, jika merujuk pulau-pulau kecil di Indonesia yang telah dijadikan objek wisata bahari potensial seperti Taman Nasional (TN) Taka Bone Rate (Sulawesi Selatan), TN Teluk Cendrawasih, TN Kep. Wakatobi (Sulawesi Tenggara), Taman Wisata Alam (TWA) Tujuh Belas Pulau (NTT), TWA Gili Meno, Ayer, Trawangan (NTB), TWA P. Sangiang (Jawa Barat), maka Kabupaten Muna dengan ratusan pulau-pulau kecilnya, juga dapat diupayakan menjadi kawasan objek wisata bahari potensial.
Upaya menjadikan pulau-pulau kecil di Kabupaten Muna sebagai objek wisata bahari bukan hal mustahil, pasalnya pada tanggal 1 September 2014 lalu, Pemerintah Kabuaten Muna telah mencadangkan 76.417,16 hektar wilayah lautnya menjadi Kawasan Konservasi Peraiaran Daerah (KKPD) dengan jenis kawasan konservasi Taman Wisata Perairan (TWP). Pencadangan KKPD ini merupakan langkah awal untuk menjadikan pulau-pulau kecil di Kabupaten Muna sebagai tujuan wisatawan untuk menikmati keindahan mangrove, lamun, terumbu karang, termasuk menjadikan tiga ekosistem tersebut sebagai tujuan para peneliti dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dibidang kelautan dan perikanan.
(6) Wisata Terestrial
Pulau-pulau kecil di Kabupaten Muna mempunyai potensi wisata terestrial yaitu wisata yang merupakan satu kesatuan dengan potensi wisata perairan laut. Beberapa hal yang potensial dijadikan sebagai kawasan wisata terestrial adalah potensi ikan napoleon (ikan langka) di Pulau Tobea dan potensi mangrove di semua pulau kecil Kabupaten Muna yang dapat dijadikan sebagai lokasi wisata hutan pantai. Dibeberapa lokasi pantai juga terdapat lokasi diving yang curam dan menantang adrenalin para penyelam. Lokasi tersebut teridentifikasi terdapat di pesisir Pulau Lima dan Teluk Ghoghombio.
(7) Wisata Kultural
Masyarakat yang menghuni pulau-pulau kecil di Kabupaten Muna merupakan suatu prototipe konkrit dari suatu unit kesatuan utuh sebuah ekosistem yang terkecil. Masyarakat lokal ini sudah sejak lama berinteraksi dengan ekosistem pulau kecil, sehingga secara realitas di lapangan, masyarakat pulau-pulau kecil di Kabupaten Muna mempunyai budaya dan kearifan tradisional (local wisdom) tersendiri yang merupakan nilai komoditas wisata yang tinggi.
Kearifan lokal dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut merupakan gagasan-gagasan setempat (lokal) terkait dengan pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya. Kearifan lokal bukan hanya menyangkut pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang manusia dan bagaimana relasi yang baik diantara manusia, namun terkait pula dengan pengetahuan, keyakinan, pemahaman atau wawasan, budaya, adat kebiasaan atau etika yang baik tentang manusia dan alam dalam suatu relasi/hubungan diantara penghuni komunitas ekologis.
Beberapa kearifan lokal yang potensial untuk dijadikan sebagai obyek wisata kultural di Kabupaten Muna antara lain tradisi ritual kapopanga, bala, dan katingka (ritual yang zaman dahulu kala dilakukan oleh masyarakat yang mendiami daerah pesisir Pulau Kogholifano, Bakealu, Tobea, Renda, Moasi, dan pesisir Napabalano), serta ritual maluppa tambar adah kampoh, andre sikullung assena, kafoghira, dan maduai pina (ritual yang zaman dahulu kala dilakukan oleh masyarakat di Pulau Pasikuta, Desa Terapung Tapi-Tapi, dan pesisir Marobo).
Tradisi yang dilakukan oleh masyarakat di pulau-pulau kecil Kabupaten Muna itu secara hakiki terkait dengan aktivitas penangkapan ikan yang ramah lingkungan, serta upaya menjaga kelestraian mangrove dan terumbu karang yang ada. Untuk mengulas lebih rinci dan detil terkait kearifan lokal yang merupakan potensi bagi pengembangan wisata kultural, pemerintah daerah perlu melakukan penelusuran dan penggalian secara mendalam, karena kearifan lokal itu mulai tergerus dengan kemajuan zaman saat ini, serta mulai terdegradasi oleh perilaku-perilaku tidak ramah lingkungan dalam menguras kekayaan sumberdaya pesisir dan laut.****
Naskah : La Ode Muhammad Ramadan
Jurnalis di Muna