Jakarta, Suarakendari.com-Kawasan Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan yang paling rentan terhadap perubahan iklim dan dampak buruknya. Garis pantainya yang panjang, populasi yang sangat terkonsentrasi dan pusat ekonomi di wilayah pesisir, serta ketergantungan yang tinggi pada pertanian, perikanan, kehutanan, dan sumber daya alam lainnya, menjadikan berisiko tinggi menghadapi ancaman multi dimensi dan dampak buruk akibat perubaham iklim.
Menanggapi kondisi tersebut, ASEAN telah bekerja keras, antara lain melalui Kelompok Kerja Perubahan Iklim ASEAN (ASEAN Working Group on Climate Change/AWGCC). Melalui kelompok kerja tersebut Secara kolektif, setiap tahun negara-negara anggota ASEAN menyusun draft Pernyataan Bersama ASEAN kepada COP UNFCCC yang dipimpin oleh Ketua ASEAN untuk menunjukkan komitmen ASEAN dalam mengatasi isu perubahan iklim di kawasan.
“Pada tahun ini, Indonesia sebagai Ketua ASEAN memimpin penyusunan Pernyataan Bersama ASEAN untuk COP 28 UNFCCC, yang kemudian diadopsi oleh para Pemimpin ASEAN pada KTT ASEAN ke-43 di Jakarta, 5 September 2023. Dengan semangat persatuan dan kerja sama yang tertanam dalam ASEAN Way, kita dapat menyimpulkan Pernyataan Bersama ASEAN sebagai salah satu deliverable Indonesia tahun ini,” ujar Menteri LHK, Siti Nurbaya dalam video tapping sambutannya di acara ASEAN yang diselenggarakan oleh Kelompok Kerja ASEAN untuk Perubahan Iklim Sekretariat Indonesia yang bertajuk Reflection on ASEAN Chairmanship 2023 through ASEAN Joint Statement on Climate Change to the COP 28 di Paviliun Indonesia Dubai UEA.
Menteri Siti menambahkan bahwa pernyataan ini sejalan dengan tema Keketuaan ASEAN 2023, ASEAN Matters: Epicentrum of Growth, yang menunjukkan fokus Indonesia untuk memperkuat kerja sama konkret dan mengadakan berbagai kolaborasi. Hal ini bertujuan agar negara-negara di Asia Tenggara dapat tetap menjadi pusat pertumbuhan ekonomi yang berpotensi melampaui pertumbuhan ekonomi global, dengan tetap menerapkan pembangunan yang ramah lingkungan dan berketahanan iklim.
“Saya ingin menyampaikan apresiasi kepada seluruh rekan-rekan negara anggota ASEAN, Sekretariat ASEAN, dan Mitra Internasional atas dukungan yang tak henti-hentinya selama masa kepemimpinan Indonesia sebagai Ketua ASEAN tahun ini, khususnya di bidang lingkungan hidup dan kehutanan,” tutur Menteri Siti.
Melalui aksi-aksi iklim konkrit dan target-target ambisius yang telah dilakukan oleh negara-negara anggota ASEAN, maka ASEAN menekankan perlunya negara-negara lain di dunia untuk meninjau kembali dan memperkuat target 2030 dalam Tujuan Pembangunan Nasional mereka pada akhir tahun 2023, yang selaras dengan target suhu Perjanjian Paris.
ASEAN juga menyerukan komunikasi strategi pembangunan rendah emisi Gas Rumah Kaca jangka panjang, terlibat dalam Ambisi Mitigasi Sharm El-Sheikh dan Program Implementasi, meningkatkan adaptasi terhadap perubahan iklim, meningkatkan implementasi yang responsif gender, mengakui anak-anak dan remaja sebagai katalisator perubahan, memastikan Tujuan Global untuk Adaptasi, mempromosikan teknologi rendah emisi, dan memasukkan aksi iklim berbasis laut dalam tujuan iklim nasional.
ASEAN juga menyerukan identifikasi sarana implementasi di setiap negara, termasuk pendanaan, peningkatan kapasitas, dan persyaratan teknologi, serta juga menyerukan pengadopsian rekomendasi dari Komite Transisi mengenai operasionalisasi pengaturan pendanaan Lost and Damage untuk membantu negara-negara berkembang dalam merespons dampak buruk perubahan iklim.
Tak ketinggalan ASEAN juga mendesak para Pihak negara maju untuk memberikan dukungan implementasi yang lebih baik bagi negara-negara berkembang dalam mitigasi dan adaptasi, memenuhi komitmen mereka untuk menyediakan dana sebesar 100 miliar dolar AS setiap tahunnya pada tahun 2023, dan meningkatkan pendanaan iklim di atas jumlah tersebut pada tahun 2025.
Mereka juga harus menyediakan pendanaan iklim yang cukup untuk berbagai mekanisme keuangan, termasuk Fasilitas Pembiayaan Hijau Katalis ASEAN, Dana Iklim Hijau, Fasilitas Lingkungan Hidup Global, Dana Adaptasi, dan Dana Negara Terbelakang, dengan mempertimbangkan kebutuhan negara berkembang. Mereka juga harus memimpin dalam meningkatkan ambisi mitigasi, mendukung Inisiatif Peningkatan Kapasitas untuk Transparansi, dan mendukung AMS dalam mengembangkan rencana adaptasi.
“Kami juga mendorong negara-negara maju untuk memberikan lebih banyak dukungan keuangan, teknologi, dan kapasitas kepada negara-negara anggota ASEAN secara tepat waktu, terkoordinasi, berkelanjutan, dan responsif gender agar dapat lebih memahami dampak perubahan iklim di tingkat regional, nasional, dan lokal dalam mencapai komitmen iklim,” ujar Menteri Siti.
Terakhir ia juga menyebutkan jika ASEAN perlu mengakui pentingnya keterlibatan Pemangku Kepentingan Non-Pihak dalam aksi perubahan iklim, keterkaitan ilmu pengetahuan dan kebijakan dalam proses pengambilan keputusan terkait perubahan iklim, serta memajukan emisi GRK yang rendah, pembangunan yang ramah lingkungan dan berketahanan iklim.(*)