Sudah hampir tiga tahun saya tak pernah lagi mampir ke rawa yang luas ini, dan senang bisa kembali menjelajahi ekosistem rawa ini sambil menikmati pemandangan di sana. Berperahu di sela-sela teratai yang tumbuh liar di air, sembari menyaksikan burung-burung air yang berjalan bebas di pinggiran rawa. Saya ditemani petugas balai taman nasional yang ramah.
Kawasan taman nasional rawa aopa dikenal selama ini sebagai surga bagi habitat berbagai jenis burung, tercatat 155 jenis burung ada di dalamnya, 32 jenis diantaranya tergolong langka dan 37 jenis tergolong endemik. Burung-burung tersebut antara lain maleo (Macrocephalon maleo), bangau tong-tong (Leptoptilos javanicus), bangau sandang lawe (Ciconia episcopus episcopus), raja udang kalung putih (Halcyon chloris chloris), kakatua putih besar (Cacatua galerita triton), elang-alap dada-merah (Accipiter rhodogaster rhodogaster), merpati hitam Sulawesi (Turacoena manadensis), dan punai emas (Caloena nicobarica).
Terdapat satu jenis burung endemik di Sulawesi Tenggara yaitu kacamata Sulawesi (Zosterops consobrinorum). Burung tersebut tidak pernah terlihat selama puluhan tahun yang lalu, namun saat ini terlihat ada di Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai.
Dari keseluruhan jenis burung (Aves) yang terdapat di kawasan TNRAW, diantaranya 38 jenis endemic Sulawesi dan 5 jenis endemic Indonesia. Data hasil survey tahun 2004 yang dilakukan LSM Celebes Bird Club, di TNRAW terdapat 99 jenis burung, 17 diantaranya merupakan jenis burung air.
Jenis-jenis burung air yang dapat ditemukan di TNRAW diantaranya jenis alcedinidae yang nama ilmiahnya halcyon chloris atau cekakak sungai atau nama local tasuke motai berwarna ungu, atau ada juga cekakak yang berwarna merah disebut halcyon coromonda.
Di TNRAW juga terdapat jenis burung air itik benjut atau grey teal berwarna coklat keabuan banyak terdapat di danau atau rawan di TNRAW. Ada juga jenis anatidae dengan nama itik penelope yang memiliki tiga bintik kas di seluruh tubuhnya, masuk dalam jenis burung pemgembara dan sering mengunjungi danau atau laut terbuka.
TNRAW juga menjadi perlintasan dan lokasi persinggahan sementara burung antar benua, seperti burung pelikan yang bermirasi dari Australia ke Indonesia. “Potensi TNRAW yang stategis membuat burung burung ini dapat dilihat dalam periode tertentu melakukan migrasi besar-besaran,”kata Mustari, petugas TNRAW. Migrasi adalah perpindahan satwa dari sautu tempat ke tempat lain disebabkan adanya sifat migran, baik antar benua, dalam benua, ataupun dalam arfeal regional dari benua asia ke Australia dan sebaliknya.
Kekayaan Empat Tipe Ekosistem
Tak hanya rawa, Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai atau disingkat TNRAW memiliki kekayaan ekologis dengan empat tipe ekosistem, yaitu rawa, mangrove, savanna dan hutan dataran. Bentangan topografis bervariasi, mulai dari datar, bergelombang sampai berbukit.
Kondisi tersebut menyebabkan tingginya keanekaragaman hayati jenis flora dan fauna yang terdapat didalamnya. Sampai dengan tahun 2002 telah tercatat beberapa jenis satwa liar yang berhasil diidentifikasi. Dari kelompok mamalia sebanyak 23 jenis, reptilian 7 jenis, pisces 8 jenis, aves 2007 jenis, ampibi 4 jenis, insecta, dan lain-lain.
Berdasarkan data hasil survey inventarisasi yang sudah dilakukan hingga tahun 2002, setidaknya di kawasan TNRAW tercatat sebanyak 501 jenis tumbuhan dari 110 famili. Diantaranya terdapat beberapa jenis tumbuhan yang dilindungi seperti Damar (Agathis homii) dan Kasumeeto (Dyospyros malabarica).
Sedangkan satwa liarnya, telah tercatat kurang lebih 23 jenis mamalia (antara lain :Codot Roset Sulawesi, Kuskus Beruang, Monyet Digo, Musang Sulawesi, Babi Hutan Sulawesi, Anoa, Rusa/Jonga, serta memiliki kurang lebih 7 jenis reftil antara lain : Biawak, Bulus, Buaya Muara, Ular Sawah, Soa-Soa dan Tokek). Selain itu TNRAW juga memiliki kurang lebih 8 jenis Pisces antara lain :Tambakang, Gabus, Lele, 207 jenis aves seperti Maleo, Mandar Dengkur, Kakatua Kecil Jambu Kuning dan 4 jenis amphibi dan jenis-je nis insecta.
Keanekaragaman tumbuhan di dalam kawasan ini sangat menonjol yaitu setidaknya tercatat 89 famili, 257 genus dan 323 spesies tumbuhan, diantaranya lara (Metrosideros petiolata), sisio (Cratoxylum formosum), kalapi (Callicarpa celebica), tongke (Bruguiera gimnorrhiza), lontar (Borassus flabellifer), dan bunga teratai (Victoria spp.).
Jenis primata yang ada yaitu tangkasi/podi (Tarsius spectrum spectrum) dan monyet hitam (Macaca nigra nigra). Satwa langka dan dilindungi lainnya seperti anoa dataran rendah (Bubalus depressicornis), anoa pegunungan (B. quarlesi), soa-soa (Hydrosaurus amboinensis), kuskus kerdil (Strigocuscus celebensis celebensis), rusa (Cervus timorensis djonga), babirusa (Babyrousa babyrussa celebensis), dan musang Sulawesi (Macrogalidia musschenbroekii musschenbroekii).
Melindungi Satwa Endemik
Dari sekian banyak jenis satwa yang mendiami areal Taman Nasional Rawa Watumohai, setidaknya terdapat 2 jenis satwa khas endemik Sulawesi yaitu Anoa (Bubalus sp) dan Maleo (Macrocephalon maleo). Selain itu masih banyak jenis satwa lain yang merupakan satwa endemik Sulawesi yang terdapat di areal TNRAW dan sangat dilindungi keberadaanya.
Inilah yang melatar belakangi sehingga Rawa Aopa Watumohai ditetapkan sebagai Taman Nasional. Rawa Aopa yang ditetapkan berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 756/kpts-II/1990 ini, telah ditata batas sejak tahun 1985 s/d 1987, dengan panjang batas keseluruhan 366.647 km yang terletak di empat wilayah kabupaten yaitu Kabupaten Konawe, Kabupaten Kolaka, Kabupaten Konawe Selatan, dan Kabupaten Bombana.
Kawasan Rawa Aopa Watumohai menampilkan empat ekosistem, yakni ekosistem rawa, ekosistem savana dengan luas sekitar 30.000 hektar, dan ekosistem hutan mangrove (bakao) yang luasnya sekitar 6000 hektar, setiap ekosistemnya memiliki potensi keanekaragaman hayati yang tinggi baik berupa flora (tumbuhan) maupun fauna (satwa).
Keindahan alam hutan bakau di Muara Lanowulu masih dalam kondisi alami dengan zonasi yang teratur rapi, karena keanekaragaman hayati yang di miliki oleh hutan mangrove TNRAW ini, membuat daerah ini sangat cocok bagi kegiatan ekowisata.
Di kawasan ini, kita dapat melihat secara dekat perkampungan tradisional suku Bugis yang hidup di atas air, mereka adalah masyarakat yang menjadi mitra dari balai TNRAW dalam pelestarian hutan bakau yang telah lama bermukim di sepuluh muara sampai di kawasan ini, mereka hidup dengan kondisi yang serba tradisional dan alami dengan mata pencaharian utama adalah nelayan dengan menggunakan alat tangkap tradisional.
Di kawasan ini kita dapat melihat mereka menangkap ikan,kepiting dan udang dengan menggunakan alat tradisional seperti togo, bubu dan jaring. Jika ingin melintasi hutan mangrove dan perkampungan tersebut, kita harus menggunakan kapal body kayu atau katinting.
Cara pencapaian lokasi: Kendari-Punggaluku-Tinanggea-Lanowulu (+ 120 km) dengan waktu dua jam 30 menit, atau Kendari-Motaha-Tinanggea-Lanowulu (± 130 km) selama tiga jam, dan Kendari-Lambuya-Aopa-Lanowulu berjarak + 145 km dengan waktu tempuh sekitar empat jam menggunakan mobil. ***