Footnote

Mahzab Om Gobel

×

Mahzab Om Gobel

Sebarkan artikel ini
Tarawih di kampung saya sejak dulu pakai sistem 20 rakaat plus 3 witir. Hingga kini pun masih seperti itu. Tak ada yang berubah. Saat kecil, jumlah itulah yang saya kenal dan diajarkan guru mengaji kami. Orang-orang di kampung pun menganut ini. Mahzabnya sama. 23 rakaat, dengan ada semacam bacaan salawat pengantar tiap tuntas tahiyat akhir tiap dua rakaat.
Kendati sekampung bermahzab sama, ada satu warga yang punya ritual berbeda. Kami mengenal dan memanggilnya dengan sebutan Om Gobel. Sependek ingatan kanak-kanak saya, Om Gobel-yang kini sudah wafat-bukan penduduk asli kampung kami. Selentingan kabar menyebut ia dari Gorontalo. Entahlah. Ia menikah dengan perempuan di desa kami, lalu memilih ikut istrinya. Menetap di kampung.
Om Gobel rajin sekali ikut tarawih. Ia pasti masuk dari pintu sebelah kanan, lalu duduk merapat dekat tembok. Tak pernah saya melihatnya memilih shaf paling depan. Ia lebih sering di barisan paling belakang. Bisa jadi itu ia lakukan agar tak mengganggu jamaah lain. Soalnya tiap tuntas rakaat kedelapan tarawih, dan jamaah lanjut menuju rakaat ke-20, Om Gobel pasti melipat sajadahnya lalu beringsut bangkit. Pulang. Witirnya mungkin ia lanjut di rumah. Wallahu a’alam.
Saat anak-anak, kami tak tahu itu aliran apa. Biasanya, kami malah mengikuti Om Gobel untuk keluar masjid meninggalkan tarawih dan kembali bermain perang sarung di jalan. Kala itu, tarawih bagi saya tergantung siapa imamnya. Beda imam, tingkat lelahnya juga berbeda. Ada yang lambat, setengah cepat dan super cepat.
Kami mengenali tiga tetua yang rutin didapuk jadi pemimpin tarawih. Ketiganya beda gaya. Hanya ada satu imam yang bikin saya dan anak-anak di kampung selalu bersemangat untuk ikut tarawih. Bacaannya cepat. Fatiha hanya dua kali helaan nafas. Sekali saat Bismillahi rahmani rahim, lalu mendadak sudah Waladdalin. 20 rakaat tak sampai sejam. Sayangnya, ia tak setiap malam kebagian jadi imam. Ada pemain baru di malam-malam lainnya.
Tarawih ini senang-senang susah. Bila bukan imam favorit yang memimpin salat, itu rasanya sangat tersiksa. Biasanya saya mulai kehabisan energi untuk berdiri sejak rakaat ke delapan, atau kesepuluh. Kadang saya memilih duduk, meluruskan kaki, melihat kiri kanan anak-anak senasib. Kalau sudah begini kami mendadak jadi pengikut mahzab Om Gobel.
Tak satupun penduduk yang mempersoalkan kebiasan Om Gobel itu. Mereka nampaknya sudah mahfum bahwa salah satu warganya memang punya mahzab berbeda soal jumlah rakaat tarawih. Tidak ada yang nyinyir, tidak ada yang mencibir apalagi memaksa untuk ikut mahzab 20 rakaat. Saya bahkan tak pernah mendengar istilah bid’ah, di era itu. Semua normal.
Nantilah setelah saya merantau dan sekolah di kota, saya tahu bahwa tarawih tak selalu 20 rakaat. Di masjid-masjid utama, di kota, rata-rata mengenal 8 rakaat. Ada yang salam tiap dua rakaat, ada pula yang tiap empat rakaat. Sekali waktu, saya niat pakai rakataini, eh imamnya menggas sampai empat rakaat lalu salam. Entah bagaimana nasib salat salah niat saya itu.
Sebagai jamaah yang prinsipnya “cepat selesai”, saya bahkan tak pernah tahu kenapa ada yang berbeda, dan tak sekalipun saya mempersoalkan mana yang benar menurut sunnah. Selama masih Islam, salatnya di masjid, ada imamnya, berarti benar. Sesimpel itu saya jadi pengikut kanjeng Nabi Muhammad Salalahu Alaihi Wassalam.
Sampai saat ini, entah kebetulan atau tidak, saya selalu berada di lingkungan yang menganut mahzab 8 rakaat plus 3 witir. Tentu saja saya iku bermakmum. Sesekali saya juga rindu untuk tarawih yang 23 rakaat. Hanya saja, sensansinya mungkin tidak sama dengan di kampung saya.
Di kampung, salah satu ritual yang saya suka dan belum saya temukan di tempat lain adalah ikut teriak bersama jamaah ketika tetua membaca semacam salawat pengantar imam berdiri di tiap jeda dua rakaat, dan kami menimpalinya dengan…
Assalatu salim alaihi…..
Asalatu laa ilaha ilallah…
Sekencang-kencangnya…!
———————-
#AMR, Penyuka Kopi#

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *