JAKARTA, suarakendari.com— Program serap aspirasi warga kembali dijalankan Anggota DPRD Jakarta Hj Jamilah Abdul Gani SH, MKn, Selasa siang (11/2/2025). Dalam program itu, dihadirkan sejumlah narasumber. Antara lain jurnalis senior Syahrir Lantoni dan budayawan N Syamsuddin Ch Haesy.
Jamilah Abdul Gani adalah legislator DKI Jakarta dari Fraksi Partai Gerindra. Politisi yang juga Koordinator Presidium Korps Alumni HMI Wati (MN Forhati) ini duduk di Komisi D yang membidangi Pembangunan.
Jamilah dan narasumber tampil pada sesi berbeda. Jamilah yang biasa disapa JAG ini tampil sebagai keynote speech dengan tema “Peningkatan Fungsi Pengawasan DPRD terhadap Produk Hukum Daerah”.
Sedangkan narasumber Syahrir Lantoni membawakan tema yang tak jauh dari produk-produk hukum daerah, yaitu spesifik Perda No 2 Tahun 2015 tentang Pajak Kendaraan Bermotor.
Narasumber lain, budayawan yang juga jurnalis senior Syamsuddin Ch Haesy membawakan materi penguatan dan pelestarian Budaya Betawi melalui Peraturan Daerah.
Dalam paparannya, Syahrir Lantoni mengemukakan bahwa pembangunan nasional dan daerah ditopang oleh anggaran biaya yang didapat dari berbagai macam sumber pendapatan. Salah satunya dari pajak kendaraan bermotor.
“Pajak kendaraan bermotor di Jakarta diatur dalam Perda no 9 tahun 2010 yang diubah pada Perda no 2 tahun 2015. Substansi perubahan itu terletak pada pengenaan pajak progresif,” katanya.
Pajak progresif tersebut, kata Syahrir Lantoni, berlaku bagi kendaraan pribadi dalam satu alamat rumah tangga. Pola progresifnya adalah tiap penambahan kendaraan pajaknya akan bertambah 0,5 persen.
“Pajak kendaraan pertama sebesar 2 persen, jika beli kendaraan kedua maka pajak nya bertambah setengah persen. Begitu seterusnya sampai pada 10 persen,” urai Syahrir Lantoni.
Dikatakan, potensi pajak kendaraan bermotor di Jakarta sangat besar. Tahun 2024 yang lalu, jumlah kendaraan bermotor di Jakarta mencapai 18 juta unit. Pajak yang diterima dari objek ini mencapai Rp 8 triliun.
“Namun sayangnya, realisasi pajak ini masih banyak kendala. Umumnya karena nunggak, dan lainnya. Meski ada aplikasi sistem pembayaran, namun juga belum efektif. Dibantu pemutihan tunggakan yang bertahun-tahun juga belum efekif,” kata Syahrir Lantoni.
Di sisi lain, kata mantan Pimpred Indopos.co.id ini, banyaknya kendaraan dengan segala macam potensi pajaknya ini menimbulkan masalah lingkungan. Polusi udara, kemacetan, dan lainnya membuatnya harus ada pembatasan kendaraaan pribadi.
Untuk itu, selain pengenaan pajak progresif, pemerintah juga mengupayakan pemakaian kendaraan ramah lingkungan atau mobil-motor listrik. Caranya pemerintah memberikan subsidi pembelian kendaraan listrik, dan mengurangi pajak baraang mewah. Langkah lainnya adalah bebas aturan ganjil genap di jalan.
“Sayangnya, aturan perpajakan mengenai kendaraan listrik ini belum diatur dalam Perda 2 tahun 2015. Dalam Perda hanya mengatur pajak kendaraan, namun tidak spesifik mengatur jenis kendaraan,” katanya.
Oleh karena itu, kata Syahrir Lantoni, revisi atau perubahan Perda penting dilakukan untuk penyesuaian perkembangan dan teknologi.
Karena pajak kendaraan listrik di DKI Jakarta menyangkut kebijakan yang belum jelas, kurangnya sosialisasi, dan masalah dalam administrasi dan pengawasan.
“Untuk mendorong penggunaan kendaraan listrik dan mencapai target pengurangan emisi, perlu adanya kebijakan yang lebih komprehensif, insentif yang menarik, serta dukungan infrastruktur yang memadai,” pungkas pensiunan Jawa Pos Grup ini. |••