Yogyakarta, suarakendari.com-Pada Rapat Kerja Ekoregion Jawa yang digelar di Sleman, DIY, pada hari Rabu (26/06), Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Bambang Hendroyono menyampaikan bahwa strategi komprehensif dan terintegrasi dengan pendekatan aksi kolaboratif seluruh stakeholder terkait sangat diperlukan dalam rangka akselerasi dan optimalisasi program strategis lingkungan hidup dan kehutanan dalam upaya pemulihan hutan dan lingkungan, khususnya menghadapi tantangan dan dinamika pengelolaan hutan di Pulau Jawa.
Bambang menambahkan, kepemimpinan transglobal menjadi langkah kunci untuk menjamin pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup yang berbasis integrated landscape-seascape management, dengan praktek penyelenggaraan yang dilaksanakan melalui aksi-aksi pemulihan hutan dan lingkungan yang kolaboratif, mulai dari unit kerja teknis KLHK terkait hingga masyarakat di tingkat tapak.
Sejalan dengan hal tersebut, Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X menekankan pentingnya komitmen dan konsistensi Kepala Daerah dalam upaya pemulihan dan penegakan hukum lingkungan hidup.
Meminjam semangat yang terkandung dalam falsafah Hamemayu Hayuning Bawana, selaku ruh yang mendasari seluruh proses perencanaan di Daerah Istimewa Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X mengajak kita semua untuk memperindah dunia yang pada dasarnya memang diciptakan indah adanya ini.
“Bahwa dalam upaya kita untuk mewujudkan dunia yang lebih baik bagi semua, mungkin tidak ada salahnya jika kearifan lokal warisan leluhur juga dapat kita telisik kembali, pahami esensinya, dan temukan relevansinya dengan tantangan dan peluang yang sedang kita hadapi saat ini. Mungkin, leluhur kita sudah memiliki solusinya,” jelas Sri Sultan Hamengku Buwono X.
Untuk itu, menurut Bambang, pemulihan ekosistem berbasis kelestarian hutan di Ekoregion Jawa harus tetap memperhatikan prinsip rule based, tanpa melupakan aspek practical based dan evident based, sehingga menjamin kebijakan pemulihan yang satu vektor mengingat konfigurasi dan karakteristik hutan Jawa tidak bisa dipecah dalam perencanaannya.
“Keberhasilan RHL di Pulau Jawa yang melibatkan masyarakat berperan strategis dan telah berkontribusi nyata terhadap perbaikan keberlanjutan fungsi lingkungan dan hutan, peningkatan kesejahteraan ekonomi lokal, dan pencapaian Indonesia FoLU Net Sink 2030,” jelas Bambang.
Implementasi kebijakan rehabilitasi hutan dan lahan di Ekoregion Jawa dilaksanakan di dalam dan luar kawasan hutan dengan mengacu Rencana Umum Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RURHL) Tahun 2022–2032 melalui penanganan lahan kritis, pasca bencana (banjir dan longsor), erosi, dan sedimentasi.
Sementara itu, aksi pengelolaan perhutanan sosial di Jawa dilakukan dengan memperkuat koordinasi UPT KLHK di Jawa serta melibatkan para pihak dalam rangka mendorong pengembangan usaha kelompok perhutanan sosial untuk permodalan, promosi, dan pengembangan pasar.
Adapun upaya untuk mewujudkan pengelolaan hutan yang lestari di Kawasan Hutan dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK) diimplementasikan dengan mensinergikan Rencana Pengelolaan KHDPK (RPKHDPK) dengan Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan (RPKH) Unit Kesatuan Pengelolaan Hutan Perhutani yang berlaku.
Berdasarkan diskusi yang berkembang dalam rapat kerja tersebut, para pihak di Ekoregion Jawa telah melakukan pendekatan aksi kolaboratif dalam rangka akselerasi dan optimalisasi program strategis lingkungan hidup dan kehutanan dalam upaya pemulihan hutan dan lingkungan.
Sebagai contoh, upaya pemulihan lingkungan hidup di Provinsi Jawa Tengah telah dilakukan melalui aksi kolaborasi stakeholder terkait, di antaranya inovasi pengelolaan sampah di tingkat desa dengan kemandirian pengelolaan sampah, inovasi fast pyrolysis bank sampah, peningkatkan kualitas tutupan lahan melalui rehabilitasi hutan dan lahan, pemberdayaan masyarakat dan peningkatan nilai ekonomi hasil hutan.
Hal serupa dilakukan dalam aksi pemulihan lingkungan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Pelibatan para pihak dalam kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan, konservasi alam, perlindungan hutan, pelaksanaan desentralisasi pengelolaan sampah, dan peningkatan kualitas air terus dilakukan.
Pengelolaan Taman Kehati Kiarapayung, penanaman pohon di DAS Cimanuk Hulu, penanaman pohon di DAS Citarum, dan penanaman Mangrove menjadi contoh aksi kolaboratif pemulihan lingkungan di Jawa Barat.
Sementara itu, reboisasi lahan dan mangrove, pemulihan lahan bekas tambang, pengembangan ekowisata agroforestri, pengelolaan persampahan dan limbah merupakan aksi kolaboratif pemulihan hutan dan lingkungan yang dilakukan Pemerintah Provinsi Jawa Timur bersama para pihak.
Tak hanya itu, pengelolaan Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Hutan Pendidikan Wanagama oleh Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada juga melibatkan parapihak dalam pelaksanaannya, seperti kerja sama penanaman dan carbon sequestration jati, pendidikan lingkungan, adopsi rumah peneliti, dan pembentukan Sahabat Wanagama sebagai wahana para alumni UGM, BUMN, Perusahaan Swasta yang memiliki kepedulian tinggi terhadap perkembangan lingkungan sekitar, khususnya di kawasan Hutan Pendidikan Wanagama.
“Aksi-aksi di atas merupakan best practices upaya kolaboratif dalam pemulihan lingkungan di Ekoregion Jawa,” pungkas Bambang.
Rapat Kerja Ekoregion Jawa merupakan penutup dari rangkaian Rapat Kerja Ekoregion Tahun 2024 yang diawali dengan penyelenggaraan di Ekoregion Sulawesi Maluku pada bulan Maret, selanjutnya berturut-turut dilanjutkan di Ekoregion Papua, Ekoregion Kalimantan, Ekoregion Sumatera, serta di Ekoregion Bali dan Nusa Tenggara.
Rapat Kerja Ekoregion Jawa dihadiri lebih dari 330 peserta yang berasal dari Satuan Kerja Pusat dan Unit Pelaksana Teknis KLHK se-Ekoregion Jawa, Bappeda Provinsi/Kab/Kota se-Ekoregion Jawa, Dinas Provinsi/Kab/Kota se-Ekoregion Jawa yang membidangi lingkungan hidup dan kehutanan, serta perguruan tinggi. (*)
_____