Footnote

Jurnalis Instan, Hasilnya Juga Instan

×

Jurnalis Instan, Hasilnya Juga Instan

Sebarkan artikel ini
Memberikan materi pada inhouse training reporter dan koresponden BKK, tentang penulisan feature, dan sosok/profil. Menjadi keharusan jurnalis terus meningkatkan kapasitas sesuai perkembangan zaman

Orang hebat tidak dihasilkan dari kemudahan, kesenangan, dan kenyamanan. Mereka dibentuk melalui kesulitan, tantangan, dan air mata”
-Dahlan Iskan

Pada setiap kesempatan, baik rapat grup atau ada pelatihan Pak DI selalu memotivasi kami (masih menjadi wartawan) untuk selalu bercita-cita jadi wartawan yang hebat.

Ya seperti pernyataan Pak DI di atas, maka jadi wartawan hebat pun harus bekerja keras, terus belajar, tidak statis, dan selalu atau menyenangi hal-hal baru.

Menjadi seorang reporter memerlukan ketekunan yang luar biasa sehingga bisa menghasilkan berita yang berkualitas dan lengkap.”

Pendiri Kompas, Jakob Oetama menyatakan, pekerjaan media tidak hanya mencari dan atau mengumpulkan fakta. Tidak pula kerja media sekadar melaporkan fakta. Semestinya, kerja media juga tak semata soal sumber penghidupan tetapi panggilan hidup pula.

Dalam arena informasi dan komunikasi yang marak, khalayak masih tetap harus memilih. Inilah yang juga menarik dari dinamika media. Media bekerja dengan melakukan seleksi. Seleksi yang disertai beragam kriteria dan beragam kategori kerangka referensi untuk menyajikan makna atau meaning kepada publik.

Sudah seperti itu seharusnya seorang wartawan dan media.

Saat ini, di era disrupsi informasi, dimana media khususnya online tumbuh bagai jamur di musim hujan. Menjadi wartawan begitu gampang, mendirikan media begitu gampang, tapi (–maaf) mengesampingkan tujuan luhur dari jurnalisme.

Membaca berita yang penulisannya saja sudah belepotan, penempatan subyek, predikat dan obyeknya tidak jelas, penulisan huruf kapital, dan penggunaan kata di sambung atau tidak, menjadi sarapan pagi kita.

Belum lagi beritanya tidak memuji cover both side, dangkal, hanya katanya, temuan faktanya dari lapangan nyaris tak ada. Itu semua hampir semua kita baca di berita-berita yang ada android kita.

Seorang sahabat wartawan senior bercerita, saat proses rekruitmen wartawan tidak lagi menggunakan seleksi, termasuk di media besar sekalipun. Tidak ada lagi proses in house training bagi wartawan yang baru direkrut terlebih lagi bagi wartawan yang sudah berkerja. Bahkan, rapat redaksi pun di sebuah media sudah tidak lagi dilakukan.

Ampun…. Bagi saya jika semua proses itu sudah dilupakan, lantas bagaimana kita berharap berita-berita yang berkualitas. Saya ingin menegaskan, jika seorang wartawan dihasilkan dari proses yang instan maka hasilnya juga akan instan. Biarpun dia memiliki bakat atau alumni jurnalistik, tetapi jika tidak diikuti dengan proses pengasahan diri maka akan sulit berkembang.

Di era sekarang bahwa semua orang bisa menjadi penyampai informasi tapi belum tentu menjadi penulis berita. Banyak orang salah memaknai, dan mengatakan bahwa informasi sama dengan berita, sehingga menyamakan informasi hoax dengan berita hoax. Padahal sangat jauh berbeda, namanya berita memiliki syarat-syarat khusus, ada rumus penulisannya, dan kriterianya.

Maka di era sekarang dengan banyak media (online), saya selalu mengatakan dan meyakini, bahwa pada saatnya nanti media online yang akan bertahan adalah media yang benar-benar tetap setia dan concern dengan nilai-nilai jurnalisme. Yang tetap berpegang teguh pada prinsip-prinsip pemilihan, pemilahan, dan penulisan berita yang menggunakan kaidah jurnalistik yang benar.

Mau percaya? Lihatlah ke depan.

Penulis & Foto : Jumwal Shaleh

Jurnalis Senior di Sulawesi Tenggara

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *