Inspiratif

Budidaya Kerang Mutiara Tertua di Indonesia Ternyata Ada di Pulau Buton

×

Budidaya Kerang Mutiara Tertua di Indonesia Ternyata Ada di Pulau Buton

Sebarkan artikel ini
mutiara
BAUBAU, suarakendari.com-Ketika memasuki perairan sekitar Pulau Buton, keindahan alam bawah laut yang memukau seakan menyambut setiap orang yang menjelajahinya. Air jernih yang memperlihatkan kekayaan biota laut yang beragam, serta keberagaman terumbu karang yang menakjubkan, semuanya menjadi bagian dari keindahan yang tidak ternilai harganya. Namun, di balik keelokan yang memukau itu, tersimpan sebuah keajaiban yang telah menjadi bagian dari sejarah Pulau Buton selama puluhan tahun: budidaya mutiara.
Dikisahkan bahwa pada tahun 1918, seorang ahli budidaya mutiara asal Jepang yang bernama Sukeyo Fujita tiba di Pulau Buton. Dengan penuh semangat dan pengetahuannya, Fujita memulai usaha budidaya mutiara di daerah Palabusa, Kota Baubau, Provinsi Sulawesi Tenggara. Meskipun pada awalnya banyak yang meragukan keberhasilannya, namun dengan ketekunan dan keuletan, Fujita mampu mengembangkan budidaya mutiara menjadi ladang yang menghasilkan ribuan mutiara setiap tahunnya.

Dua tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1920, Sukeyo Fujita akhirnya mendirikan sebuah perusahaan mutiara yang membudidayakan kerang penghasil mutiara, yakni Pinctada maxima.

Kemudian pada tahun-tahun selanjutnya, Sukeyo Fujita berhasil memproduksi lebih dari 10.000 mutiara setiap tahunnya, hingga pada tahun 1983 produksi mutiara ini mencapai 36.000. Kuantitas mutiara yang cukup melimpah ini juga dibarengi dengan kualitasnya yang tidak kalah saing dengan hasil budidaya kerang lainnya. Ukuran mutiara yang dihasilkannya pun cukup besar, yakni berkisar antara 8 sampai 10 milimeter. Ukuran ini memang lebih besar dibanding rata-rata mutiara hasil budidaya di Jepang,  yang hanya berukuran paling besar 5 milimeter saja. Waw, sangat mengesankan bukan?

Kisah sukses Sukeyo Fujita dalam budidaya mutiara di Pulau Buton tidak hanya menjadi inspirasi bagi para petani mutiara lokal, tetapi juga menarik perhatian dunia internasional. Kualitas mutiara yang dihasilkan dari budidaya Fujita terkenal akan keindahan dan keunikannya. Para kolektor dan pecinta mutiara dari berbagai belahan dunia tidak ragu untuk mendatangi Pulau Buton guna memperoleh mutiara buatan Fujita yang dianggap sebagai salah satu yang terbaik di dunia.
Keberhasilan Fujita dalam industri budidaya mutiara di Pulau Buton juga telah memberikan dampak positif bagi ekonomi lokal. Dengan produksi mutiara yang terus meningkat setiap tahunnya, industri pariwisata di Pulau Buton pun semakin berkembang pesat. Banyak wisatawan yang tertarik untuk menyaksikan secara langsung proses budidaya mutiara dan keindahan alam bawah laut Pulau Buton.
Seiring berjalannya waktu, budidaya mutiara di Pulau Buton tidak hanya menjadi sumber kehidupan bagi masyarakat lokal, namun juga menjadi simbol keajaiban alam bawah laut yang harus dilestarikan. Keterlibatan berbagai pihak dalam menjaga kelestarian ekosistem laut menjadi hal yang sangat penting untuk memastikan bahwa keberkahan mutiara dari Pulau Buton akan tetap berlanjut bagi generasi mendatang.
Kisah Sukeyo Fujita dan keajaiban budidaya mutiara di Pulau Buton merupakan contoh nyata tentang bagaimana manusia dapat memanfaatkan sumber daya alam secara bijak dan bertanggung jawab. Kisah ini juga mengingatkan kita akan pentingnya menjaga keberagaman hayati bawah laut sebagai bagian dari kekayaan alam yang harus dijaga dan dilestarikan. Pulau Buton bukan hanya menjadi tempat budidaya mutiara, tetapi juga menjadi saksi bisu dari keindahan yang tiada tara di alam Indonesia. SK