Ritual Bangka Mbule-Mbule tetap hidup di hati rakyat Mandati demi mengembalikan kesadaran masyarakat akan pentingnya hubungan manusia dan alam sekitarnya, hubungan manusia dan penciptanya serta hubungan antar sesama manusia dalam masyarakat.
Adanya ketidakseimbangan dalam, kehidupan manusia dan banyaknya kerusakan dalam lingkungan sekitar, telah berakibat buruk terhadap diri sendiri maupun untuk masyarakat luas. Biasanya prosesi Bangka Mbule-Mbule dilaksanakan pasca panen kebun masyarakat yang hasilnya melimpah sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT.
Prosesi Bangka Mbule-Mbule diawali musyawarah para tokoh, sesepuh masyarakat dalam melihat kondisi Kehidupan masyarakat yang kehilangan keseimbangan dalam kehidupan masyarakat, seperti adanya wabah penyakit yang berakibat buruk pada kehidupan manusia, hama tanaman dan kerusakan lingkungan sekitar.
Hasil musyawarah itu ditindaklanjuti kunjungan kedalam hutan kaindea untuk memilih, memilah dan menyeleksi segala bahan yang dibutuhkan untuk pelaksanaan kelengkapan Bangka Mbule-Mbule, seperti pemilihan jenis kayu (Dalam, bahasa daerah setempat disebut kaukalele) yang layak untuk kemudian dibuat menjadi sebuah Perahu.
Dalam prosesnya meliputi penebangan kayu yang telah ditentukan, diadakan ritual pembacaan doa tolak bala oleh para sesepuh adat dan tokoh masyarakat. Lalu diadakan pemilihan bambu sebagai alat untuk memikul dan mengarak perahu dari tempat pembuatannya sampai ketengah kampung hingga akhirnya kepelepasan.
Perahu kemudian diarak puluhan orang , yakni, dari hutan kaindea tooge kemudian menuju jalan simpang empat oinanto’oge atau jalan yang luas.
Adapun proses isianya meliputi perahu akan dihiasi dengan bentuk orang-orangan atau boneka yang dibentuk sedemikian rupa, dari ijuk enau pohon sebagai media pembentuk badan boneka. Kemudian boneka diberikan pakaian dan kelengkapan lainya hingga terbentuk boneka yang dikehendaki.
Biasanya boneka dipilih, terdiri, boneka yang menyerupai laki-laki diberi nama La Dahaba. Tentang La Dahaba mengandung arti pemberi arah atau petunjuk penerang negeri yang pernah hilang menuju negeri yang tenteram, aman, makmur sentosa dan dalam lindungan Allah SWT yang dilengkapi l parang sebagai simbol perjuangan dan kepemimpinan dalam, mengarungi kehidupan dari kini dan akan aatang, Hal yang baik dan buruk dalam, mengarungi kehidupan akan dipertanggungjawabkan dikemudian hari.
Sedang boneka Perempuan diberi nama Wa Saleha yang bermakna ketaatan kepada Allah SWT. Boneka yang seolah sedang berjoget sebagai simbolisasi bahasa dari ajakan, kesyukuran dan kesederhanaan kebahagiaan manusia dalam, menjalani Kehidupan didunia, kebahagian merupakan tujuan hidup manusia Dan bila telah kita peroleh apapun bentuknya manusia harus bersyukur kepada Allah SWT.
Selanjutnya, bagian dalam perahu akan dialas daun pisang yang masih hijau, sebagai gambaran sebuah Kehidupan yang silih berganti, tumbuh dan berkembang seiring perkembangan waktu yang menyertainya. Pohon pisang adalah tumbuhan yang dapat dijadikan sebagai potret kehidupan manusia, pisang tumbuh kemudian berbuah lalu mati, disertai tumbuh tunas baru disekitar pohon pisang. Seperti halnya potret kehidupan manusia berlangsung di alam ini.
Proses imunisasi meliputi selanjutnya, perahu akan diisi berbagai bentuk Bahan makanan yang dimakan oleh masyarakatpada umumnya. Dalam proses imunisasi setiap orang akan mengenggam (kuku), Sesuai jumlah anggota keluarga setiap Rumah Tangga sebagai layaknya kita bersedekah atau membayar zakat.
Manusia diajarkan untuk memahami, bahwa, dalam kehidupan, disetiap rejeki yang kita peroleh, ada hak orang lain yang harus dikeluarkan sebagai sarana pembersihan diri dari berbagai bentuk keserakahan yang mengimpit Kehidupan manusia. Manusia harus hidup sederhana.Jangan mengambil lebih dari yang bukan menjadi hak, selalu bersyukur kepada Tuhan atas segala nikmat dan karuniah yang telah diperoleh.
Dari gengaman atau kuku adalah bahan makanan berupa jagung, beras, padi, sagu, ubi, sayur-sayuran. Setelah proses pengisian selesai, maka tahap selanjunya adalah pembacaan doa Tolak Bala, agar dalam, mengarungi Kehidupan selalu dalam lindungan Allah SWT, dijauhkan dari segala mara bahaya yang dapat berdampak buruk bagi diri sendiri dan ‘masyarakat, Maka Bangka Mbule-Mbule akan ditandu atau dipikul untuk diarak menuju pantai untuk dilepas dilautan luas.
Prosesi pemikulan Tandu untuk mengarak Bangka Mbule-Mbule terlebih dahulu diawali dengan sembo dari Bonto (sarat seorang sesepuh adat Yang berwenang dibidang hukum). Kalimat “Timbangi labonto timbangi tetogonto nolingka-lingkamo” sebanyak tiga kali. Ucapan ini mengandung makna bahwa sesunguhnya saat ini Negeri yang kita diami sedang dalam bahaya, Maka perlu diambil langkah-langkah untuk memperbaikinya secara bijak.
Dalam, perjalanannya ketempat pelepasannya Bangka Mbule-Mbule diputar dengan perhitungan Sembilan ke Kiri dan Kanan ke depan untuk kemudian menuju simpangan pangulubelo dan kemudian Perahu diputar pada hitungan yang sama.
Prosesi berlangsung selama Tujuh Hari dan selama kurun waktu ini masyarakat akan membuat trompet dari daun kelapa untuk dibunyikan hingga Hari pelaksanaanya. Tata Cara peniupanya tidak ditentukan.
Pelaksanaan putaran dilakukan hanya dua kali di dua tempat, mengandung makna, bahwa, dalam, penataan kehidupan ada tiga hal yang harus kita perhatikan yakni, tempat pemutaran pertama pada prinsipnya kita diajarkan untuk senantiasa menjaga keseimbangan dan kelestarian alam, sehingga kita mendapatkan Keselamatan dan rezeki melimpah dan terhindar dari berbagai bencana yang dapat mengancam Kehidupan manusia, seperti kelaparan, banjir, kekurangan air, Dan sebagainya (hubungan manusia Artikel Baru alam).
Manusia dan alam dimaknai sebagai satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan, Maka manusia senantiasa menjaga hubungan harmonis antar sesama manusia yang terdiri dari berbagai ragam bentuk, tingkah laku, perbuatan dan sebagainya. Keberadaan manusia di dalam, ‘masyarakat harus dapat bermanfaat untuk orang lain sehingga ada keseimbangan hubungan sesama manusia sehari-hari.
Tempat pemutaran kedua adalah tempat pelepasan akhir atau di pesisir pantai, pada prinsipnya mengigatkan kita akan adanya akhir dari sebuah proses penelaahan kehidupan pada suatu hari kelak dan semua itu akan selalu ditemui oleh siapapun diatas muka bumi ini(hubungan manusia dan Tuh Sang Pencipta).
Prosesi adat Bangka Mbule-Mbule mungkin kurang akrab di telinga masyarakat Sulawesi Tenggara. Tetapi tidak bagi warga di Wakatobi. Bangka Mbule-Mbule sebuah tradisi kearifan lokal yang sangat dihormati ‘masyarakat Mandati Wakatobi. Inilah proses adat yang boleh dikata tertua tentang hubungan manusia dan alam raya. Sk
Dokumentasi foto Ahmad Nizar