Kendari, suarakendari.com-Rusak dan tak terurus itu kata yang tepat menggambarkan kondisi sebagaian bangunan pemerintah. Tudingan minimnya perhatian memang sewajarnya dialamatkan ke pemerintah kota kendari. Masalahnya, pemerintah selaku pemangku kebijakan nyaris tak bereaksi dengan kerusakan fasiltas yang mereka bangun sendiri. Ini dapat disaksikan dari kondisi sarana publik, dianataranya halte bus dan fasiltas pariwisata tracking mangrove. Pembangunan yang danaya dari pajak rakyat ini memantik kekecewaan publik.
“Sangat disayangkan, fasilitas umum yang dibangun dari dana pajak rakyak itu harus mangkrak,”kata Risal, warga.
Ya, wajar jika warga kecewa pada pemerintah kota yang sedianya menjaga dan memfungsikan fasilitas publik, namun justeru menelamtarkannya, mengingat hak publik untuk memperoleh pelayanan di bidang transportasi serta yang penting fasilitas telah dibangun dengan dana yang tidak sedikit.
“Kan sayang sekali, bangunannya sudah ada tapi tidak difungsikan pemerintah, padahal masyarakat sangat membutuhkan fasilitas transportasi murah,”tambahnya.
Ya, bangunan halte bus translulo sejatinya difungsikan pemerintah kota kendari, namun apa dinyana bangunanya dibiarkan terbengkalai dan rusak. Kondisi ini bisa disaksikan bangunan halte yang ada di Jl. Haji Alala baypass, kita akan menyaksikan bangunan halte dalam kondisi memprihatinkan tak terurus. Kursi dibirkan karatan, kaca kusam berdebu, dinding halte dicorat coret, hingga papan landasan halte bolong dicopot orang tidak bertanggung jawab. Beberapa botol minuman keras tampak di atas kursi. Halte yang dibangun tahun 2015 sedianya disediakan untuk public kini tak lagi menjadi tempat nyaman menunggu kendaraan bus.
Kondisi yang sama terjadi di halte puwatu yang sekelilingnya telah ditimbuhi rerumputan liar. Kondisi bangunan berukuran 3×4 tersebut nampak kumuh. Sejak dibangun 7 tahun silam halte ini sama sekali tak pernah digunakan sesuai peruntukannya, sebab, bus translulo sama sekali tak pernah mampir di lokasi ini. “Sama sekali tidak pernah dimanfaatkan,”kata warga di sana.
Fasiltas milik pemerintah lainnya yang rusak terlihat di kawasan wisata trancking mangrove di wilayah bypass Lahundape. Sejumlah papan jembatan penghubung terlihat copot, pengunjung terpaksa berhati hati melewati jembatan. Hilanganya papan jembatan diduga digondol maling. Masih di lokasi trancking mangrove, sejumlah fasilitas gazebo terlihat kusam dan catnya telah memudar. Proyek tracking mangrove dibangun tahun 2015 silam, menelan biaya miliaran rupiah. Tracking mangrove merupakan sarana penunjang wisata kota kendari, di bangun di era pemerintah Asrun sebagai walikota kendari. Sayang fasiltas ini terkesan tak lagi terurus. Bahkan sejumlah pedangan kaki lima memanfaatkan badan jembatan tracking mangrove untuk berjualan.
“Saat menemukan fakta banyaknya sarana /fasiltas publik milik pemerintah yng dibiarkan hancur dan atau dirusak, maka nurani kita biasanya langsung terusik, itu karena dalam diri kita sebagai manusia tertanam kuat jiwa kepedulian. Lalu kita akan bertanya; apa mungkin ini kelakuan orang jahil atau sengaja dibiarkan rusak untuk dibangun lagi? Apa yang sebenarnya terjadi?,”tanya Ridwan, pemerhati social perkotaan.
Ridwan melihat tak lebih karena pengawasan yang tidak berjalan dari pemerintah selaku pemangku kebijakan. “Seperti ada keputusasaan dari mereka yang berkuasa dan akhirnya memilih membiarkan waktu menggerogoti satu persatu bagian bangunan-bangunan tadi. Sungguh ini sebuah pembiaran nyata,”ujarnya.
Ada kejengahan public melihat pemegang kuasa tak kuasa menghentikan aksi vandalisme fasilitas public ini, dengan kata lain unsur pembiaran atas ketidakaturan yang terus bergerak tengah berlaku, tanpa ada usaha menegakkan aturan demi menghentikan ketidakteraturan tadi.
“Semua keadaan yang berlaku tak lepas dari minimnya perhatian, minimnya pengawasan dan tidak adanya biaya perbaikan sarana yang rusak tersebut,”kata Ridwan.
Mainset Proyek
Dalam berbagai kesempatan, kita sering mendengar tentang gagasan atau ide yang lahir dari musyawarah rencana pembanguan, dimana pemerintah selaku fasilitator menyediakan ruang bagi publik atau warga untuk menggagas ide-ide brilian untuk menjadi proyek pemerintah.
Nah bukan rahasia lagi, setiap hadirnya proyek selalu ada yang diuntungkan. Dan bagi pemegang kekuasaan proyek pembangunan tak lebih seperti “upeti terselubung” karena ada fee yang lahir dari proyek.
Di daerah daerah yang tengah berkembang seperti sulawesi tenggara, kasus pembangunan bermainset proyek menjadi begitu kontras. Pengamat perkotaan menyebut sebagai asas manfaat.
Proyek yang dihasilkan dari pemikiran atau ide tadi, tenyata hanya formalitas semata yang akhirnya dibiarkan terbengkalai rusak atau dirusak tangan jahil. “Ini sama artinya, ide yang sengaja dirusak dalam rangka mencari ide baru yang juga nantinya akan dirusak. Ide ide akan terus ada, tapi juga akhirnya akan terus rusak,”kata Ridwan.
Lebih celaka lagi, jika ketidakmampuan menjaga dan merawat seabrek aset publik tadi ternyata bagian dari skenario untuk mengulang ulang proyek yang sama. Artinya membangun untuk dihancurkan dan kemudian menganggarkannya untuk membangun bangunan yang sama.
Mainset proyek dari manajemen pemerintahan biasanya akan membuat kerusakan berulang dan sedemikian buruknya menggorogoti anggaran. Pastinya membuat banyak pihak miris. Apalagi anggaran atau biaya pembangunan yang digelontorkan tidak sedikit. Miliar banhkan ratusan miliar yang dihasilkan dari pajak rakyat dan sebagaian besar hutang.
Jadi memang sepertinya membangun adalah bagian dari manajemen negara membangun untuk kemudian dibiarkan mangkrak lalu dibangun ulang lagi. SK