Awal kisahnya dimulai saat Suhardin duduk di teras kelas, melepas sedikit lelah usai mengajar. Dikejauhan, Ia melihat beberapa anak yang asik mengolah sampah menjadi komposter. Lama Ia mengamatinya. Akhirnya pria berperawakan sedang ini memanggil tiga orang yang tak jauh dari tempatnya duduk. “Saat itu Kami duduk santai untuk sekedar bercerita. Banyak hal yang dibahas dengan topik yang berbeda,”katanya membuka cerita.
Lama berbincang, Suhardin pun mulai mengutarakan niatnya. “Saya bilang ke mereka bahwa ada lomba lingkungan yang akan diselenggarakan oleh Pemerintah Provinsi. Saya mengajak mereka untuk ikut lomba tersebut. Rupanya ajakan saya bersambut senyum,”kata Suhardin.
Ketiga siswa itu cukup antusias untuk mengikuti lomba. Beberapa judul diusulkan, namun banyak yang tidak sesuai tema yang diusung. Akhirnya Suhardin mengumpulkan kembali ketiga siswa dalam waktu yang sama.
“Terus terang, Saya bukan orang biasa menulis waktu itu, namun pertanyaan mereka harus di jawab. Oleh karena itu, disisipkan waktu untuk berdiskusi dengan mereka. Saya mengusulkan, agar tulisan yang dibuat berasal dari hal-hal sekitar kehidupannya,”ungkap Suhardin.
Menurutnya, sebuah tulisan harus memiliki perwajahan. Mefokuskan masalah, merumuskan tujuan, menentukan desain tulisannya, menjawab masalah dengan tawaran solusi serta menarik kesimpulan. “Semua harus runtut. Begitulah alurnya, agar tulisannya bisa bermakna,”jelas Suhardin.
Setelah beberapa lama, satu persatu tulisan itu membuahkan hasil yang baik. Salah satunya Raniatin Aga dari kelas VIII.3 mengambil judul “Pembiasaan Lingkungan di Sekolahku.” Tulisan ini berkisah tentang anugrah yang terlimpah pada SMPN 17 Kendari yang menjadi sekolah terbaik pertama dalam lomba K3 (Kebersihan, Ketertiban dan Keindahan). Menjadi sekolah tentu bukanlah tanpa sebab, dimana semua kegiatan merupakan sebuah upaya dari segenap warga sekolah. Oleh karena itu, dia mengemukaan bahwa, terdapat berbagai program sekolah yang dirancang dan dilaksanakan bersama. Semua bertujuan untuk mendukung perbaikan keadaan sekolah yang gersang. Beberapa hal yang telah dilakukan berbentuk program siswa sadar lingkungan, kegiatan penghijauan sekolah, piket kebersihan sekolah, dan penerapan mata pelajaran pendidikan keterampilan lingkungan hidup (PKLH).
Siswa lain yang bernama Rahmat P dari kelas VIII.4 mengangkat judul “Bercocok Tanam yang Bijaksana.” Dia menyoroti tantangan pertanian tradisional yang dilakukan masyarakat. Sistim berpindah-pindah telah menyebabkan makin bertambanhnya lahan gundul.
Menurutnya, banyak dapat negatif yang muncul sebagai masalah lingkungan. Mulai dari hutan gundul, erosi hingga ancaman longsor dan banjir. Jalan keluarnya melalui kegiatan pemberian pemahaman secara langsung maupun tidak langsung. Ada bahaya yang serius secara luas dimasyarakat. Cara bercocok tanaman yang baik harus pula diajarkan. Begitulah solusi yang ditawarkannya.
“Revolusi Hijau Kotaku” merupakan judul yang diangkat oleh Kurnia Sultan. Siswa kelas VIII.2 ini mengungkapkan pemikiran pesimisnya tentang keadaan lingkungan yang terjadi di Kota Kendari waktu itu. Kondisi tersebut teramati pada tahun 2008. Pendangkalan teluk, menyempitnya lahan hutan mangrove dan persoalan darinase menjadi sorotan dalam tulisannya. Harus ada upaya besar untuk mengatasi semua itu, menurutnya.
Lomba penulisan artikel lingkungan menjadi sejarah perdana bagi “sekolah seumur jagung.” Penyenggaranya adalah Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Tenggara. Bersaing dengan sekolah-sekolah ternama memang membuat ketiganya kurang percaya diri. Tetapi ketetapan Allah rupanya berpihak pada tulisan ketiga siswa ini. Sesuai penilaian dewan juri, ketiganya mendapat nominasi. Kurnia Sultan sebagai juara 1 sedangkan Raniatin Aga dan Rahmat P menyandang Juara 2 dan 3.
SMPN 17 Kendari memang layak mencatat sejarah, dimana semua juara dapat diraih dalam satu kegiatan lomba. Usaha mereka sangat gigih untuk hal tersebut. Kejadian ini telah memacu semangat siswa lainnya untuk mau berprestasi.
“Sejak saat itu, siswa sekolah ini tidak canggung lagi untuk berkompetisi. Buktinya, saat mereka kembali mengikuti cerdas cermat lingkungan hidup. Dari empat grop finalis, dua diantaranya berasal dari SMPN 17 Kendari. Bukan hanya itu saja, berbagai lomba lainnya mulai bermunculan pahlawan-pahlawan kecil. Piala pun kian banyak menghis lemari sekolah,”ungka Suhardin.
Ada hal yang unik ketika mengikuti kegiatan lomba lingkungan. Sadar akan kekurangan dengan berbagai masalah. Harapan menjadi pemenang sebenarnya terbuang jauh. Bukannya tidak mau, sadar dirilah yang menjadi penyebabnya. Baru empat tahun lembaga ini resmi digunakan. Itulah beberapa pertimbangan yang menyemut dalam pikiranku.
Jika hal ini dilakukan “play back” akan sangat berbeda keadaannya. Baik sarana maupun kondisi siswanya. Saat ini, sekolah ini telah banyak memiliki kemajuan. Tetapi inilah yang membuat warga di sekolah ini terus memacu diri. Semua ingin mengambil peran. Walaupun itu kecil. Demikian pula dengan Suhardin.