Langkah gontai Amir sejenak terhenti. Gerak pria uzur itu terhalang tembok setinggi satu setengah meter tepat di depanya. Tak ada cara lain Ia harus memanjat tanggul pembatas di sisi utara teluk itu agar bisa mencapai waduk di sebelahnya.
Beberapa meter dari tempatnya berdiri, pandangan pria uzur itu menghujam di tumpukan botol botol air kemasan yang berserakan di sepanjang tanggul pembatas bibir teluk kendari. Bak melihat bongkahan emas Amir langsung bergegas menuruni tanggul dan menyerbu ke tumpukan sampah yang berserakan di bibir teluk. Amir girang, lalu mengeluarkan gulungan karung goni tua dari kantung celananya.
Sayang botol botol plastik bekas minuman lebih banyak mengambang di air. Tapi pria renta itu tak berani turun ke dalam waduk buatan itu. “Saya takut nanti bisa tengelam, airnya dalam, cukup di sini saja,”kata Amir.
Ia terus mengais dan memilah sampah yang masih bisa dijual ke pengumpul. ‘Sampah botol kemasan sangat laku dijual pak, selalu dicari karena katanya bisa didaur ulang,”kata Amir.
Tak butuh waktu lama, karung Amir langsung menggendut dipenuhi sampah botol plastik mineral.
Dari waduk Amir lalu berpindah ke jalan pinggir teluk. Di sana lagi lagi sampah plastik, sisa air mineral dan kemasan makanan sterofoam berserekan memenuhi jalan di sisi utara kendari bay.
Jalan yang baru berupa tanah timbunan ini adalah bagian dari smart city, proyek ambisius mantan Walikota Kendari, Ir. Asrun yang terbengkalai hingga kini.
Tak ada yang peduli dengan sampah di sana kecuali Amir. Usaha yang sudah berpuluh tahun digelutinya, setidaknya membantu mengurangi timbunan sampah di sana.
“Wah, jangan ditanya di sini banyak sekali sampah Pak, rata-rata sampah plastik, seperti botol plastik, bungkus makanan dan popok,”kata Amir.
Sampah sampah tersebut bukannya tidak diangkut petugas kebersihan kota, tetapi akan selalu ada karena terbawa arus laut dan berlabuh di dekat waduk.
“Di sana (menunjuk) Kemarin baru saja diangkut, eh hari ini sudah banyak lagi,”kata Amir. Lokasi yang dimaksud Amir adalah sungai kecil yang bermuara ke teluk kendari.
“Jadi kalau sampah-sampah ini diangkat hari ini, maka besok ada lagi, kebetulan di sana itu ada pintu air, nah kalo air naik (pasang) maka sampah-sampah ini berlabuh di sini, “ulangnya mencoba memastikan.
Amir mengaku menyampah sejak pagi buta. Ia berangkat dari rumahnya di kawasan pelelangan ikan untuk mencari peruntungan mengais sisa sisa sampah yang akan dijualnya ke pengepul di kawasan Watuwatu, Kendari. Amir mengaku dari hasil nyampah Ia bisa menghasilkan uang sekitar 30 ribu rupiah. “Ya lumayan untuk makan pak,”ujarnya.
Amir yang asal Jawa mengaku sudah berpuluh tahun tinggal di Kendari. Separuh hidupnya dihabiskan mengais sampah dan mencari barang bekas. Amir sendiri memiliki empat anak hasil dari perkawinanya dengan seorang perempuan asal Kabupaten Muna. “Mereka sudah ada yang merantau ke Jawa, Makassar,”katanya.
Problem sampah di Kota Kendari memang menjadi persoalan yang tak pernah ada habisnya seiring pertambahan penduduk dan pembukaan pemukiman di sepanjang bantaran sungai selama dua dekade terakhir. Di tambah lagi makin tumbuh suburnya pedagang kaki lima yang berjualan di sepanjang teluk kendari menambah tekanan yang dialami teluk kendari pun kian besar dan kompleks.
Minimnya kesadaran warga baik pengunjung maupun pedagang kaki lima akan kebersihan serta tidak adanya upaya penindakan /penegakan hukum kepada pelanggar seolah menjadi dua sisi mata uang yang kian membuat teluk tak ubahnya tong sampah raksasa. Hampir semua warga yang berdomisi menjadikan sungai sebagai lokasi pembuangan akhir sampah. Terdapat 18 sungai kecil dan dua sungaoi berkategori besar melintasi Kota Kendari dan semua bermuara ke dalam teluk. Sungai-sungai ini dinilai banyak pemerhati lingkungan menjadi penyumbang terbesar sedimentasi di teluk kendari.
Reklamasi Teluk
Proyek reklamasi teluk kendari sendiri berlangung 2015, Susi Pudjiastuti saat masih menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) pernah melontarkan kritikan tajam pada proyek reklamasi Teluk Kendari yang digagas Walikota Kendari, Asrun tersebut. Susi menilai reklamasi justru merusak keindahan teluk dan mengganggu ekosistem laut sekitar teluk. Sebab reklamasi akan menyebabkan pendangkalan teluk lebih cepat.
“Suatu saat Teluk Kendari sudah tidak indah, tetapi hitam dan berbau. Nanti bagaimana ikan-ikan tidak masuk lagi sampai ke teluk,” kata Susi saat menjadi pembicara dalam acara International Seminar on Sustainability in The Marine Fisheries Sector (ISSMFS) 2017 di Auditorium Mokodompit Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari.
Dalam perencanaan, pemerintah Kota Kendari melakukan reklamasi teluk Kendari untuk membangun dermaga tambat labuh Kota Kendari. Namun sebagian pengamat menganggap pembangunan tambat labuh ini dinilai akan membuat Teluk Kendari menjadi sempit, karena sedimentasi akan makin tinggi dan akhirnya membuat pendangkalan lebih semakin cepat.
Proyek tambat labuh sendiri merupakan bagian dari program smart point yang diadakan pemda setempat. Proyek ini menelan anggaran Rp 66 miliar yang digarap sejak tahun 2015.
Susi sendiri menitip pesan kepada para akademisi untuk tetap konsisten menjaga laut. Jangan sampai Teluk Kendari dijadikan daratan, sebab teluk memiliki fungsi yang penting. “Mari kita semua menjaga laut kita. Kalau perlu saya usul kepada Gubernur Sulawesi Tenggara supaya memutar balik rumah-rumah di pantai supaya tidak membelakangi namun menghadap laut,” ujarnya.