Peristiwa

Penggunaan Pukat Harimau Diduga Marak di Perairan Konsel

×

Penggunaan Pukat Harimau Diduga Marak di Perairan Konsel

Sebarkan artikel ini

Konsel, suarakendari.com-Arifudin merasa dongkol. Wajah pria parobaya ini masam, saat melihat sampannya masih kosong melompong. Sudah seharian Ia memelototi kailnya, tapi tak juga kunjung disambar ikan. “Pada ke mana semua ikan-ikan ini?,”katanya pelan. Ia berkali-kali berpindah lokasi pancingan, tapi tetap ikan tidak juga diperolehnya.

Tak hanya Baso, Usman rekan Baso juga bernasib serupa. “Saya hanya dapat tiga ekor ikan putih kecil,”katanya sambil memperlihatkan ikan yang didapatnya. Kedua nelayan asal Desa Pundambea Barata, Kecamatan Moramo, Kabupaten Konawe Selatan ini hanya bisa pasrah, pulang dengan hasil minim.

Wajar para nelayan tradisional di Konawe Selatan Sulawesi Tenggara ini mengeluh, sebab diduga hari-hari belakangan kapal-kapal yang menggunakan pukat harimau secara diam diam kulai beroperasi di perairan Moramo Moramo utara hingga laonti, laut tempat warga mencari ikan.

Kapal-kapal dari luar Kendari kini seoalah kian ‘bebas’ menangkap ikan menggunakan pukat harimau. Kapal itu biasa terlihat beroperasi di perairan luar Kendari seperti Moramo dan Pulau Wawonii. Kapal beroperasi pada malam hari dan demi.menghindari operasin petugas  kelautan. Dengan memasang lampu di atas rumpon-rumpon itu, ikan yang berkumpul di bawah rumpon dikepung menggunakan pukat harimau dan diangkat ke kapal.

Kondisi ini menyebabkan nelayan tradisional semakin terjepit. “Kalau kapal-kapal pukat harimau tidak ditertibkan, nasib nelayan di Kendari akan hancur dalam dua tahun ke depan. Hasil ikan terus berkurang dan biaya operasional terus naik. Kami semakin terjepit,” ujar Baso.

Ia berharap, penegakan hukum terhadap kapal-kapal pengguna pukat harimau ditingkatkan.Kapal-kapal itu menghabiskan ikan-ikan yang seharusnya menjadi tangkapan nelayan tradisional dengan peralatan terbatas. Saat gencar-gencarnya berita tentang pukat harimau, kapal-kapal yang didiuga asal Sulawesi Selatan itu tetap beroperasi.”Masalah terbesar bagi nelayan di sini tetap penggunaan pukat harimau karena menghabiskan ikan. Kalau tidak ada pukat harimau, modal harga bahan bakar masih bisa ditutupi dengan hasil tangkapan,” ujar Baso.

Tak hanya nelayan kecil seperti Baso dan Usman yang mengeluh. Sejumlah nelayan tangkap di pelabuhan kendari juga meratap. Pasalnya saat ini rata-rata nelayan hanya bisa memperoleh ikan sekitar 500 ekor cakalang dengan berbagai ukuran. Seharusnya nelayan bisa menangkap kurang lebih 3000 ekor dalam waktu 4 -6 hari melaut. Hasil yang minim itu tertolong oleh harga ikan cakalang yang sedang bagus menyusul cuaca buruk akhir-akhir ini. Harga berkisar Rp 5.000 hingga Rp 12 ribu per ekor di tingkat nelayan.

Biaya operasional untuk satu minggu naik Rp 2 juta-Rp 3 juta tehitung harga bahan bakar minyak. Kapal penangkap membutuhkan 10 drum minyak harganya Rp 13 juta yang harus dibeli di luar SPBU. Es pengawet ikan empat ton biayanya Rp 1,5 juta. Biaya air bersih dan konsumsi anak buah kapal sekitar Rp 2 juta.

Selain soal pukat harimau, nelayan lokal kian terpukul sejak kelangkaan BBM jenis solar kian menggila. “Sejak solar langka, kami terpaksa harus membeli secara eceran . Nelayan katanya boleh membeli bahan bakar bersubsidi tetapi kenyataanya kita harus beli eceran dengan harga tinggi,” ujar Rahmat, seorang nelayan tangkap di Kendari.Saat musim angin timur seperti saat ini, Rahmat (38 tahun), yang juga nahkoda kapal penangkap ikan tuna, konsumsi bahan bakar lebih boros. Kapal harus memindahkan lokasi pencarian ikan dari Wawonii ke Utara Saponda yang gelombang relatif kecil.

Seperti diketahui pukat harimau atau Trawl adalah sejenis pukat yang besar digunakan untuk menjaring banyak ikan dalam waktu singkat. Tak hanya ikan besar yang terjaring melainkan ikan-ikan kecil hingga bibit ikan karena lubang pukat yang sangat kecil membuat ikan-ikan kecil tidak bisa lolos. Kondisi ini sangat membahayakan kelangsungan populasi ikan di lautan karena tidak mampu melakukan budidaya. Saat terjaring ikan-ikan kecil akan mudah mati,.

Sejumlah Negara di sudah mengeluyarkan aturan yang melarang penggunaan pukat harimau. Indon esiasendiri sudah melakukan pelarangan penggunaan pukat harimau sejak tahun 1980lewat Kepres Nomor 39 tahun 1980. Kendati sudah ada pelarangan namun masih ada saja nelayan yang menggunakan pukat harimau, salah satunya di perairan sulawesi tenggara. Ys

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *