Trotoar jalan di sisi teluk kendari terlihat begitu rapi. Di tata dalam balutan beton yang dicat warna warni serta dipasangi bola bola penuh warna. Bola bola beton ini dilukis dengan ragam tema seperti gambar bunga , hati hingga ikon motion milenial. Konsepnya benar-benar mengusung semangat kekinian.
Bola-bola ini dikenal dengan nama bollard, yang fungsi utamanya sebagai pembatas antara jalan dan trotoar, sehingga menunjang keamanan dan kenyamanan pejalan kaki. Di sejumlah daerah, bollard berbentuk bola ini juga menjadi komponen dekorasi penunjang tata kota dengan desain beragam.
Bollard sendiri tidak melulu berbentuk bola. Umum pula ditemukan stand bollard, yang berbentuk tiang. Apapun bentuknya, prinsip utama penerapan bollard adalah jarak antar bollard harus mampu dilewati pejalan kaki namun tetap dapat menghalangi kendaraan masuk ke trotoar.
Pastinya proyek trotoar dan bollard yang dibangun kementrian Pekerjaan Umum dan PURR ini turut memperindah wajah kota lulo, khususnya di sepanjang bypass teluk kendari.
Saya dan belasan warga lain menikmati hasil karya pemerintah ini, dengan berlari pagi di sana. Juga berselfi ria di kursi santai yang telah disediakan di beberapa tempat.
Sayang di balik pemandangan indah terselip pemandangan kontras di balik dinding pembatas tanggul laut teluk kendari. Di sepanjang bibir pantai dan hutan mangrove, beraneka rupa sampah berserakan di mana mana. Sampah plastic dan juga sisa bangkai perahu mendominasi di sana. Tak sedikit orang yang melintas harus geleng kepala menyaksikan pemandangan miris ini. “Dari jauh kita melihat bagus, begitu dekat sampahnya minta ampun. Tentu sangat disayangkan, kenyamanan harus ternoda dengan sampah-sampah ini,” ujar Bayu, salah satu warga menyesalkan kondisi ini.
Diduga sampah sampah ini merupakan buangan pengunjung maupun pedagang yang beraktifitas berjualan di sepanjang pinggir teluk setiap harinya. Diperkirakan, lebih dari 200 pedagang kaki lima memanfaatkan lahan di sempadan jalan sepanjang baypass untuk berjualan. Mereka menggelar lapak dagangan dari sore hingga malam hari.
Masalah Penanganan Sampah
Sampah dan penanganannya kini menjadi masalah yang mendesak di kota- kota besar di Indonesia termasuk Kota Kendari. Kota ini tergolong kota sedang berkembang di Indonesia, memiliki luas wilayah 296,89 Km2 atau 0,70 % yang mencakup 10 Kecamatan, 64 Kelurahan, dengan jumlah penduduknya mencapai sekitar 403.499 jiwa.
Dari jumlah penduduk tersebut Kota Kendari setidaknya menghasilkan jumlah timbunan sampah sekitar 229.46 ton/hari pada tahun 2019. Dan diperkirakan volume sampah terus bertamah menjadi 250 ton perhari tahun 2020. Sumber sumber sampah ini berasal dari; sampah rumah tangga, sampah bangunan konstruksi, sampah perdagangan , sampah industry dan sampah yang dihasilkan dari perhotelah hingga sampah limbah rumah sakit.
Para peneliti dari Jagat Universitas Haluoleo dalam jurnalnya menyebut, sampah yang tidak ditangani dengan baik akan mengakibatkan terjadinya perubahan keseimbangan lingkungan yang merugikan. Pencemaran lingkungan oleh sampah berdampak buruk bagi manusia maupun lingkungan seperti tanah dan udara.Oleh karena itu untuk mengatasi masalah sampah diperlukan penanganan atau pengendalian yang baik.Penanganan sampah menjadi semakin rumit dengan semakin kompleksnya kegiatan dan majunya teknologi.
Sampah di Teluk Diabaikan
Banyaknya sampah yang menumpuk dan mengambang di laut teluk Kendari menunjukkan belum adanya perhatian serius pemerintah kota kendari atas nasib teluk. Padahal di sisi lain pemerintah kota justeru membuka kran bagi pedagang kaki lima untuk berjualan di sepanjang jalur baypass, sebagai strategi menumbuhkan ekonomi rakyat di kota ini.
Sejauh ini pemerintah kota seolah masih terfokus pada penanganan sampah di jalan utama dan lingkungan pemukiman penduduk. Kalau pun ada pengangkutan sampah sekitar wilayah teluk, baru sebatas di lokasi pembuangan sampah milik warga saja. Nah, di pinggiran teluk kendari sendiri terpantau masih minim tersedia bak sampah, sehingga sebagian warga saat beratifitas di pinggir teluk cenderung membuang sampah mereka ke laut. Tak heran sebagain menjuluki teluk kendari sebagai sebagai tong sampah raksasa.
Delapan tahun lalu, jumlah pedagang kaki lima masih dapat dihitung jari jumlahnya, namun melonjak tiga tahun terakhir, terlebih setelah pembangunan proyek reklamasi teluk kendari, dimana hamper seluruh sempadan jalan dan area reklamasi telah terkavling oleh pedagang kaki lima, dari pedangan makanan seperti sari laut hingga kafe remang-remang.
“Saya juga heran, kok lapak lapak pedagang kaki lima dibiarkan menjamur sampai sampai kendari benar-benar telihat sangat kumuh,”kata Dani, warga kendari.
Untuk diketahui, “sumbangan sampah” untuk teluk tidak hanya datang dari pedagang atau pengunjung wisata, tetapi juga dihasilkan sampah rumah tangga, dimana perilaku sebagian penduduk kota kendari khususnya yang berdiam di sepanjang bantaran sungai membuang sampah mereka ke sungai. Biasanya warga membuang sampah biasanya saat musim hujan tiba karena banjir dengan cepat membawa sampah ke muara teluk. Aktifitas ini bukan sehari atau sepekan saja, tetapi telah bertahun tahun lamanya. “Ada sekitar 20 sungai yang bermuara ke teluk kendari, bisa dibayangkan berapa besar sampah yang bermuara ke teluk,”kata Ansar, aktifis komunitas peduli sungai di Kendari.
Aktifitas pembersihan sampah di bibir teluk kendari sendiri tahun-tahun sebelumnya cukup aktif dilakukan oleh komunitas Beach Friends Forever (BFF). Komunitas inicukup konsen dan peduli pada urusan sampah, khususnya problem sampah di kawsan teluk kendari. Mereka mengagendakan aksi bersih di setiap akhir pekan, dengan mengajak banyak pihak, seperti mahasiswa dan instansi swasta dan pemerintah. Tak hanya dalam gerakan nyata aksi bersih, komunitas ini juga melakukan edukasi dan mengkampanyekan kepada publik untuk mengurangi penggunakan plastik dalam kehidupan sehari hari.
Pelibatan multistholder menjadi sangat penting, terutama anak-anak sekolah. Rafi, salah satu pentolan komunitas BFF menilai, persoalan sampah harus bisa menyentuh kepada siswa, mahasiswa karena pendidikan lingkungan pengelolaan sampah masih kurang kepada siswa sekolah dasar.
“Anak sekolah menyerap informasi dan pengetahuan paling maksimal. Jadi kelak mereka akan menjadi pelopor gerakan kebersihan sekitar teluk kendari,”katanya.
Belum Sinergi
Harus diakui sebagian masyarakat belum mempedulikan keberadaan sampah yang ada di sekitarnya. Mereka masih tak sungkan membuang sampah di sungai atau selokan.
“Mereka yang bersikap tidak peduli ini dipengaruhi oleh faktor pendidikan yang rendah atau lingkungan yang mendukung seperti rumah dekat sungai, termasuk juga para pedagang yang berjualan di sepanjang teluk kendari,”kata Ida, peneliti Universitas Haluoleo terkait masalah sampah.
“Mereka perlu disadarkan bahwa membuang sampah di sungai dapat mengakibatkan banjir atau menimbulkan penyakit,”ujarnya.
Menurutnya, peranan pemerintah sangat besar dalam pengelolaan lingkungan hidup, namun tanpa dukungan masyarakat pelaksanaannya tidak mungkin berjalan lancar. Hal ini sesuai dengan pasal 6 ayat 1 Undang-Undang Nomor 23 tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup yakni ”Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan hidup”
Belum sinerginya pihak dalam menata kawasan teluk mendapat sindiran dari banyak pihak, salah satunya dari Yusuf, pengamat perkotaan di Kendari. Menurutnya, butuh sinergisitas semua pihak dalam membangun atau pun menata kawasan perkotaan. Sayangnya itu belum sepenuhnya berjalan sesuai konsep pembangunan perkotaan.
“Yang ada masih berhenti sebatas project, belum sampai pada tujuan akhir, untuk menjadi kota yang nyaman dan bersih,”ujarnya. SK