KENDARI, suarakendari.com-
Pemandangan yang mencolok dan menimbulkan tanda tanya besar tersaji saat membandingkan kondisi infrastruktur jalan raya antara dua provinsi bertetangga di Pulau Sulawesi: Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Selatan.
Jika melintasi wilayah kabupaten hingga pelosok pedesaan di Sulawesi Selatan, mata akan dimanjakan dengan hamparan aspal mulus yang memudahkan mobilitas dan memperlancar roda perekonomian. Namun, pemandangan kontras justru mendominasi di Sulawesi Tenggara, di mana akses jalan, terutama di wilayah kabupaten dan pedesaan, tamoak rusak parah.
Kenyataan pahit ini turut dirasakan oleh Bahtiar, seorang warga Bulukumba, Sulawesi Selatan yang baru-baru ini berkunjung ke Kendari. Pengalamannya melintasi jalanan di Sulawesi Tenggara untuk menghadiri sebuah acara pernikahan keluarga di Kabupaten Konawe membuatnya terkejut dengan kondisi infrastruktur yang jauh berbeda dari kampung halamannya.
“Saya berkunjung ke Sultra, tepatnya di daerah Konawe, untuk menghadiri hajatan pesta pernikahan keluarga di kabupaten tersebut. Kami melewati jalan di daerah Lambuya Motaha yang kondisinya rusak berat, mirip kubangan kerbau rasanya,” ungkap Bahtiar dengan nada prihatin.
Keterkejutan Bahtiar tentu bukan tanpa alasan. Sebagai seseorang yang terbiasa dengan kualitas jalan yang baik di Sulawesi Selatan, ia mendapati jurang perbedaan yang signifikan saat berhadapan dengan jalanan rusak di Sulawesi Tenggara. Istilah “mirip kubangan kerbau” yang ia lontarkan secara gamblang menggambarkan betapa parahnya kerusakan jalan yang ia lalui, mengindikasikan betapa sulit dan tidak nyamannya perjalanan tersebut. “Di selatan sangat jarang kami menemukan jalan rusak bahkan sampai di pelosok kabupaten jalannya bagus,”ungkapnya.
Kisah Bahtiar ini hanyalah satu dari sekian banyak keluhan dan pengalaman buruk yang dirasakan oleh masyarakat Sulawesi Tenggara akibat kondisi jalan yang memprihatinkan. Kerusakan jalan tidak hanya menghambat aktivitas sehari-hari, tetapi juga berpotensi melumpuhkan perekonomian daerah, mempersulit akses terhadap layanan kesehatan dan pendidikan, serta meningkatkan risiko kecelakaan.
Perbandingan kontras antara kondisi jalan di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara ini seharusnya menjadi perhatian serius bagi pemerintah daerah maupun pusat. Apalagi Sulawesi Tenggara dikenal sebagai provinsi penghasil aspal buton.
Investasi yang signifikan dalam perbaikan dan pemeliharaan infrastruktur jalan di Sulawesi Tenggara bukan lagi sekadar kebutuhan, melainkan sebuah urgensi untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan menghilangkan disparitas pembangunan antar wilayah di Pulau Sulawesi.
Sudah saatnya keluhan seperti yang diungkapkan Bahtiar tidak lagi menjadi pemandangan umum di Sulawesi Tenggara. Masyarakat mendambakan jalan yang layak, jalan yang aman, dan jalan yang setara dengan saudara-saudara mereka di provinsi tetangga. Janji pembangunan infrastruktur harus segera diwujudkan demi kemajuan dan kesejahteraan seluruh masyarakat Sulawesi Tenggara.