Environment

Nasib Nanga-Nanga, Paru-paru Hutan Kendari yang Tersisa

×

Nasib Nanga-Nanga, Paru-paru Hutan Kendari yang Tersisa

Sebarkan artikel ini

Nanga-nanga berarti pinggiran hutan. Bahasa lokal yang kemudian menjadi nama kawasan hutan di kendari. Kawasan ini sejatinya masuk dalam zona hutan produksi tetap dan sebagian lagi zona lindung. Seperti laiknya tahura nipa-nipa di sisi Utara, kawasan kaya keanekaragaman hayati nanga-nanga sejak lama menjadi andalan paru-paru hutan Kota Kendari.

Rabu Siang, hujan baru saja mereda, Saya dan Sang owner Aer Sunyi menapak ke hutan  yang hanya berjarak 10 KM dari pusat Kota Lulo itu. Letaknya berada di sisi selatan. Udaranya sejuk. Kawasan ini sepintas masih perawan, pepohonannya lebat dan rapat tumbuh sepanjang aliran sungai. Kelembaban udaranya terbilang besar. Sewaktu-waktu kabut tebal turun menyelimuti hutan. Karenanya hujan lebih sering turun di kawasa ini dibanding wilayah lain di Kendari.

Bagi warga sekitar, hutan nangananga memiliki daya tarik tersendiri. Selain keanekaragaman hayatinya, hutan primer ini memilik sumber air yang baik. Ada banyak percabangan anak sungai kecil di dalamnya. Termasuk sebuah air terjun mini yang tingginya sekitar tujuh  meter dan memiliki debit air yang cukup deras. Air terjun ini menjadi magnit untuk dikunjungi warga.

Menjangkau kawasan hutan cukup mudah hanya berjarak 1 KM dari jalan utama Kelurahan Nanga-nanga. Namun karena belum ada akses jalan, Kami terpaksa melipir jalan setapak di pinggir bendungan. Karena pakai sepatu Saya harus  rela berbasah-basah melewati anak sungai selama 10 menit. Dan hanya melewati dua kelokan sungai saja Kami pun tiba di area datar. Kami mengambil tempat di pinggir sungai kecil. Suasananya cukup adem apalagi berada di bawah pepohonan besar. Di sana Kami membangun tenda dan perapian setelah memutuskan berkemah malam ini.

Diketahui dalam peta kawasan, Nanga-nanga berada satu blok dengan kawasan Kebun Raya yang saat dikelola Pemerintah Kota Kendari. Kebun Raya sendiri berada di sisi utara yang dibelah oleh alur sungai. Kebun Raya ini mempunyai luas 113 Ha yang terletak pada kawasan Hutan Nanga-Nanga Papolia, hutan lindung seluas 22 Ha, dan hutan produksi biasa seluas 96 Ha.

Sayangnya, dalam dua dekade belakangan kini lahan kawasan perlahan jatuh dalam penguasaan oknum warga. Deradasi hutan nanga-nanga nampaknya kian parah. Ini dibuktikan keruhnya air sungai serta adanya jejak pembalakan liar berupa banyaknya potongan kayu besar yang terbawa banjir di sungai.

Kami tak sengaja bertemu warga yang hendak membuka kebun di hulu sungai, mereka mengaku hendak menanam aneka tanaman jangka panjang. “Kami punya kebun di dalam (menunjuk lokasi kebun), Kami punya aneka tanaman jangka panjang seperti durian, mangga dan kelapa,”kata Umar, warga pemilik kebun di nanga-nanga.

Beberapa waktu lalu Seorang petugas di kebun raya pernah bercerita jika kawasan inti hutan nanga-nanga konon sudah dibagi-bagi oleh oknum pejabat dan oknum pengusaha dan warga. Ia bahkan berani menyebut nama-nama pejabat dan pengusaha yang memiliki tanah di sana. Ada pula sebagian yang diklaim sebagai tanah ulayat. Kondisi yang membuat aparat pemerintah pusing tujuh keliling.

Praktik jual beli lahan oleh oknum tak bertanggungjawab terus membayangi kerusakan yang masif, membuat nanga-nanga di fase kritis. (Josh)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *