KENDARI, suarakendari.com – Dalam rangka penanaman modal dalam negeri Provinsi Sulawesi Tenggara, Pemerintah Provinsi Sultra melalui Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral menggelar rapat koordinasi penatausahaan Izin Usaha Pertambangan (IUP) mineral bukan logam dan batuan, Senin (30/9/2024), di Kendari.
Mewakili Pj. Gubernur, Andap Budhi Revianto, Sekda Sultra, Asrun Lio, memberikan sambutan sekaligus membuka secara resmi kegiatan dimaksud.
“Sebagaimana yang kita ketahui bersama, pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan atau pemurnian atau pengembangan dan atau pemanfaatan, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pascatambang,” terang Asrun Lio.
Asrun melanjutkan, kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara mempunyai peranan penting dalam memberikan nilai tambah secara nyata bagi pertumbuhan ekonomi nasional dan pembangunan daerah secara berkelanjutan.
Sultra merupakan salah satu provinsi di Indonesia bagian timur, yang memiliki beragam potensi sumber daya alam, baik itu sumber daya energi maupun sumber daya mineral. Keberadaan potensi tersebut, salah satunya disebabkan oleh posisi geografis Sultra, yang berada pada daerah pertemuan antar lempeng tektonik (lempeng indo-australia, lempeng pasifik dan lempeng eurasia),” ungkapnya.
Komoditas tambang mineral yang merupakan produk unggulan dari Provinsi Sultra adalah nikel dan aspal. Berdasarkan data yang dirilis Badan Geologi pada tahun 2023, Sultra adalah provinsi dengan sumberdaya dan cadangan nikel terbesar di Indonesia dengan sumberdaya terukur bijih ± 1.293.123.244 ton dan sumberdaya terukur logam ± 14.365.256, serta cadangan terbukti bijih ± 444.201.390 ton dan cadangan terbukti logam ± 5.522.004 ton diatas Maluku Utara.
Tidak hanya itu, lanjut Sekda Sultra, komoditas aspal dengan keterdapatan di Pulau Buton, dengan deposit diperkirakan lebih dari 600 juta ton. Akan tetapi, dengan terbitnya UU Nomor 3 tahun 2020 tentang perubahan UU Nomor 4 tahun 2009, maka pengelolaan pertambangan mineral dan batubara yang dahulu dibagi antara pemerintah pusat dan pemerintah provinsi, maka sepenuhnya beralih menjadi kewenangan pemerintah pusat, sehingga pemerintah provinsi tidak lagi memiliki kewenangan.
“Pada 11 April 2022, Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Presiden Nomor 55 tahun 2022 (perpres 55 tahun 2022), tentang pendelegasian pemberian perizinan berusaha di bidang pertambangan mineral dan batubara yang merupakan pelaksanaan dari undang-undang nomor 3 tahun 2020, dimana sebagian kewenangan pemerintah pusat didelegasikan kepada pemerintah daerah provinsi dengan tujuan tata kelola pertambangan minerba yang baik dan efektif,” Imbuhnya.
Dia menjelaskan, Perpres 55 tahun 2022, pada pokoknya mendelegasikan kewenangan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah provinsi terkait pemberian izin usaha pertambangan (IUP) untuk golongan mineral bukan logam, mineral bukan logam jenis tertentu, dan batuan.
Selain IUP, pemberian perizinan lainnya berupa surat izin penambangan batuan (SIPB), izin pertambangan rakyat (IPR), izin usaha jasa pertambangan (IUJP) untuk 1 daerah provinsi, izin pengangkutan dan penjualan serta IUP untuk penjualan golongan mineral bukan logam, mineral bukan logam jenis tertentu, dan batuan juga turut didelegasikan.
“Pendelegasian perizinan juga disertai dengan pendelegasian kewenangan untuk pemberian dan penetapan wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) mineral bukan logam, wiup mineral bukan logam jenis tertentu, dan wiup batuan, penetapan harga patokan golongan mineral bukan logam, mineral bukan logam jenis tertentu, dan batuan, pemberian rekomendasi atau persetujuan yang berkaitan dengan kewenangan yang didelegasikan, serta pemberian sanksi administratif bagi pemegang IUP,” pungkas Asrun Lio. Ys