MENDADAK tak ada sinyal awal apapun, kejaksaan agung (Kejagung) siang ini melakukan tindakan penyegelan. Kali ini yang tersasar kantor ESDM Sultra di Kendari.
Terdapat nyaris 500 izin usaha pertambangan (IUP) nikel terbit di Sultra pada periode 2009-2015. Ini periode di mana hukum pertambangan – kehutanan – lingkungan hidup – kehilangan pamornya di Sultra. Luas IUP yang ada bisa jadi lebih luas dari daratan yang ada, di luar pemukiman.
Tumpukan laporan masyarakat sipil pada KPK, Polri dan kejaksaan tidak sedikit. Tentu saja juga ke ESDM, LHK dan kementerian kelautan. Media massa hampir tiap pekan menyiarkan.
Ada yang diperiksa, ditindak. Lebih banyak lagi yang masuk laci, atau bahkan jadi bancakan kolektif kolegial oleh banyak pihak.
Operasi Sporadis
Operasi-operasi aparat di lapangan berjalan sporadis. Tiba masa tiba akal. Kadang, kita mendengar satu lokasi IUP disegel, masuk berita. Dan tidak lama kemudian dibuka lagi.
Operasi di lokasi IUP kembali berjalan normal. Kasusnya, lenyap. Seolah tak ada apa-apa, sebelumnya.
Tim KPK yang selama ini gelar tindakan supervisi wilayah, termasuk soal pertambangan, efektifitasnya patut ditanyakan.
Karena itu, tindakan kejaksaan agung kali ini tidaklah bermakna — bila ini dimaksudkan hanya untuk mengulangi apa yang sudah terjadi sebelumnya. Kecuali, ada pesan lain di balik tindakan itu.
Begini alurnya: aparat datang, ramai di media, katanya ada kasus hendak dibongkar serius, dan tak lama kemudian, lenyap, disapu mesin waktu.
Audit dan Terpadu
Padahal, bila mau menyasar soal sengkarut tambang ini, tak ada cara lain. Audit keseluruhan IUP yang ada –baik di atas kertas maupun ke lokasi. Cek detail. Periksa juga ketaatan pajak dan kewajiban finansial lain, reklamasi, dan pengelolaan lingkungannya.
Selanjutnya, bila ketemu peta masalahnya, baru dilakukan penegakan hukum terpadu.
Langkah strategis di atas, memang akan butuh waktu dan sumberdaya. Tak apa. Negara mestinya mampu –jangan kalah. Apalagi sengaja menghindar. Kalau itu mau dilakukan, maka akan ketahuan. Siapa saja, grup mana, yang selama ini berkomplot menggarong kekayaan nikel.
Mau tahu kenapa mereka berani mengangkangi hukum dan aturan dalam waktu lama? Merasa kebal hukum?
Jawabnya: karena merasa didukung ‘orang kuat’ — dan aparat yang memeriksa masih mau disuap. Masih mau 86!
Jangan berharap muluk mereka serius.
14 Juni 2021
Erwin Usman (Direktur Indonesia Mining and Energy Studies)