Ini kisah Ani. Gadis kecil di kota kendari yang sehari-hari berjualan stiker. Ia terpaksa harus berkeliling kota dengan mengandalkan kaki kecilnya menapaki setiap tempat tempat keramaian demi membantu orang tuanya menjajakan stiker berlafaz Allah dan nabi Muhammad. Ada juga stiker ayat kursi yang semuanya berukuran tiga jari orang dewasa.
Tak segan Ia memasuk warung warung pinggir jalan untuk mengais rupiah. Tak jarang Ia mendapatkan perlakukan kasar dari pemilik warung yang mengusirnya karena dianggap mengganggu konsumen yang tengah makan.
“Sudah biasa om. Biasanya diusir oleh pemilik warung, katanya mengganggu mereka yang makan,”kisah Ani.
Stiker yang dibawahnya adalah hasil karya ayahnya, yang setiap hari membuat stiker untuk dijajakan ke bengkel bengkel motor di sekitar rumahnya.
Setiap stiker kecil dihargai 5000 rupiah, namun kadang ada yang iba dengan memberi uang lebih. Setiap hari Ia mampu meraup rupiah antara 40 ribu sampai 80 ribu rupiah. Uang hasil penjualan stiker seluruhnya diserahkan kepada ibunya.
Ani yang kini berusia 11 tahun adalah putri dari pasangan Umar (35 tahun) dan Rahma (30 tahun). Setiap hari Ia bisa berjalan sampai berkilo meter jauhnya dari rumahnya di Kelurahan Baruga.
“Kalo belum ada uang saya jalan kaki, nanti kalo stiker sudah ada yang laku baru berani naik pete-pete,”ungkapnya.
Pergi pagi pulang menjelang malam. Tak ada waktu bermain laiknya anak-anak seumurannya. Ani tentu berbeda dengan anak anak-anak sekarang yang lebih banyak main game di handphone karena harus bekerja keras.
Gadis dari empat bersaudara ini mengaku terpaksa ikut jualan karena kehidupan ekonomi keluarganya yang pas-pasan.
“Saat malam bapak buat stiker sedang ibu jualan kue. Bapak ikut jualan stiker juga tapi di tempat lain,”ujarnya.
Beruntung bagi Ani bisa jualan karena waktunya lebih banyak saat wabah covid 19. Meski begitu Ia tetap bersekolah daring dan kini mengenyam bangku SD kelas 4 di salah satu sekolah negeri di bilangan wua-wua. SK