Aktifitas illegal fishing seperti pemboman ikan dan penggunaan pestisida untuk terumbu karang belakangan kembali marak di perairan teluk Kolono. Warga menyebut dalam sehari bisa terdengar 3-5 kali bunyi ledakan diperairan laut kolono. Begitu pula aktifitas pembiusan dan peracunan terumbu karang telah dengan terang-terangan dilakukan oleh oknum-oknum nelayan. “Setiap hari Saya mendengar ledakan bom ikan,”kata Rizal, warga Kolono Timur. Lokasi pemboman berada di sekitar teluk kolono di sebelah barat, tepatnya dekat kawasan pesisir Batikolo yang berhadapan dengan Desa Batu Putih, Kecamatan Kolono Timur.
Kondisi ini tentu sangat disayangkan, mengingat teluk kolono telah dicanangkan sebagai daerah lumbung ikan kabupaten konawe selatan. Setidaknya dapat dilihat dari jejak konservasi yang dilakukan kelompok masyarakat di lima desa yang tergabung dalam forum penyelamat teluk kolono. Kelompok yang diinisisasi warga bersama pemerintah desa dan dinas kelautan dan perikanan Konawe Selatan serta dukungan dari NGO internasional dalam fase mencemaskan.
Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Konawe Selatan, menyebut perairan Teluk Kolono kaya akan berbagai ikan karang bernilai ekonomi tinggi seperti Kerapu, Kakap, Kuwe,serta biota laut yang dikonsumsi oleh masyarakat seperti Lobster, Gurita, Cumi-cumi, dan Sotong.
Potensi laut yang tinggi ini, tentu saja menyadarkan masyarakat untuk melestarikan lumbung ikan di perairannya. Untuk pertama kalinya, masyarakat nelayan Teluk Kolono terlibat aktif, duduk bersama merumuskan Peraturan Desa mengenai pengelolaan Daerah Perlindungan Laut (DPL) Teluk Kolono sebagai sumber perikanan berkelanjutan.
Festival Teluk Kolono
Pada Maret 2014 dan Mei 2017 silam, masyarakat nelayan di Teluk Kolono, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara pernah menunjukkan kebanggaan akan potensi lautnya melalui festival teluk kolono yang penyelenggaraannya dipusatkan di desa Lambangi.
Musriyadi yang ketika itu menjadi programmer di DKP Konsel menyebut Festival Teluk Kolono merupakan bagian Program Pride bagi Perikanan Berkelanjutan di DPL Teluk Kolono, kerja sama antara DKP Konawe Selatan dan Rare sejak Juni 2012 silam.
“Kini telah terbentuk dua DPL di perairan desa Ngapawali dan desa Tumbu-tumbu Jaya dengan luas total lebih dari 50 hektar. Nelayan didorong untuk menangkap ikan di luar batas DPL. Di akhir Program Pride pada Juni 2014, diharapkan tercapai dampak konservasi berupa stabilnya tutupan terumbu karang hidup dan sehat di DPL Teluk Kolono yang pada akhirnya akan menjamin ketersediaan sumber daya perikanan bagi masyarakat Teluk Kolono,”kata Musriyadi.
“Dulu hasil tangkapan banyak. Biar pakai obor, turun memancing bisa dapat ikan banyak. Tapi sekarang hasil mulai berkurang. Biar pakai lampu yang terang, kadang nda ada hasil sama sekali. Lima tahun yang lalu, terumbu karang masih bagus. Sekarang sudah banyak yang rusak karena banyak yang tangkap ikan pakai bom,” cerita M. Yamin, nelayan dari desa Tumbu-tumbu Jaya.
Penelitian kualitatif oleh DKP Konawe Selatan dan Rare pada Oktober 2012 di desa Lambangi, Tumbu-Tumbu Jaya, Ngapawali, Batu Putih dan Rumba-Rumba, menyebutkan bahwa rata-rata nelayan mengalami penurunan hasil tangkapan dibandingkan dengan sepuluh tahun yang lalu, ukuran ikan yang tertangkap semakin kecil serta lokasi tempat mencari ikan semakin jauh.
Salah satu penyebab kondisi ini ialah penggunaan bahan peledak dan racun potas untuk menangkap ikan oleh sejumlah oknum nelayan yang tidak bertanggung jawab sehingga mengakibatkan rusaknya ekosistem terumbu karang sebagai rumah ikan.
Festival Teluk Kolono yang baru pertama kali dilaksanakan ini merupakan kegiatan positif dalam melestarikan lingkungan perairan pesisir Teluk Kolono. Juga melestarikan budaya-budaya lokal yang keberadaanya mulai terkikis oleh perubahan zaman. Oleh karena itu, Festival Teluk Kolono akan dijadikan sebagai kegiatan tahunan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Konawe Selatan.
Seperti diketahui, Teluk Kolono merupakan salah satuperairan teluk yang Terletak di Kabupaten Konawe Selatan dimana berada pada Kecamatan Administratif Kolono dan Kolono Timur yang mempunyai panjang garis pantai ± 54 KM dan saat ini pemanfaatannya sebagai tempat mencari ikan bagi nelayan setempat dan Budidaya Perairan. kegiatan ini telah lama mereka lakukan dalam memenuhi kebutuhan sehari-harinya.
Perairan ini merupakan salah satu daerah yang memiliki Daerah Perlindungan Laut/Kawasan larang Ambil yang merupakan Daerah Tabungan Ikan yang telah dibentuk oleh masyarakat Kolono Timur atas inisiasi kerjasama Dinas Kelautan dan Perikanan kabupaten Konawe Selatan dan Lembaga Internasional Rare, dimana Luas Daerah Perlindungan lautnya 50 Ha terletak di Desa Tumbu – tumbu jaya seluas 20 Ha dan Desa Ngapawali seluas 30 Ha.
Kawasan yang akan menjadi Fokus Kampanye Pride-PAAP atau lebih dikenal Daerah Penangkapan Tradisional (DPT) di teluk Kolono terdiri dari lima desa pesisir di Kecamatan Kolono Timur antara lain : Desa Lambangi, desa Tumbu-Tumbu Jaya, desa Ngapawali, desa Batu Putih dan Desa Rumba-Rumba yang didiami oleh masyarakat yang heterogen, diantara Suku Tolaki, Suku Bugis, Suku Muna, Suku Bajo.
Ukuran Luas Kawasan Perairan Fokus Kerja ± 12.510 Ha dengan luas wilayah perairan calon PAAP atau Daerah Penangkapan Tradisional (DPT) ± 974,67 Ha (akan ditetapkan berdasarkan kesepakatan bersama tentunya)dan luas kawasan daratan ± 10.554 Ha.Kawasan kerja dapat ditempuh dengan jalur darat, jarak dari bandara Haluoleo ke lokasi ± 80 km dengan lama perjalanan sekitar 2 – 3 jam. SK